Saat Istri Nabi Ibrahim Alaihissalam, Sarah, Allah selamatkan dari kedzaliman seorang raja keji, ia diberi hadiah seorang budak perempuan oleh raja tersebut. Budak perempuan tersebut bernama Hajar. Sebelumnya, Hajar adalah budak milik raja lalim yang ingin berbuat tidak senonoh kepada sarah.
Dalam kepemilikan Sarah, Hajar menjadi wanita yang taat beribadah dan patuh kepada tuannya. Harinya diisi dengan ibadah dan pengabdian tulus. Pribadi ini yang kemudian mengundang dercak kagum pemiliknya.
Di lain sisi, Sarah adalah seorang wanita yang mandul. Sudah puluhan tahun lamanya, Allah belum memberikan keturunan kepadanya. Oleh karenanya, ia menghibahkan Sarah untuk diperistri suaminya, Ibrahim Alaihissalam. Sarah berkata, “Allah telah menghalagiku dari melahirkan anak, maka peristrilah budak wanita ini. Semoga Allah memberikan kepada kita anak darinya.”
Ibrahim Alaihissalam pun memperistri budak wanita sehingga ia hamil. Beberapa waktu kemudian, Hajar menjadi lebih terhormat dan lebih tinggi di hadapan Sarah. Hal ini kemudian memicu rasa cemburu di hati Sarah dan mengadukan Hajar kepada suaminya. Mengetahui hal itu, Hajar kemudian menjadi cemas dan pergi meninggalkan rumah Ibrahim Alaihissalam. Namun salah seorang malikat kemudian membisikinya, “Janganlah kamu takut karena Allah akan menjadikan dari anak lelaki yang sedang kamu kandung ini kebaikan yang banyak.”
Lalu, Malaikat memerintahkan Hajar Kembali ke rumah Ibrahim dan membisiki bahwa putra laki-laki yang hendak dilahirkan diberinama Ismail. Dan kembalilah Hajar kepada Ibrahim. Beberapa waktu kemudian, Ia melahirkan seorang anak laki-laki yang tampan. Atas kelahiran tersebut, semakin besarlah api cemburu Sarah kepada Hajar.
Sarah yang cemburu kemudian meminta Ibrahim Alaihissalam untuk menjauhkan Hajar si bayi mungil dari hadapannya. Ibrahim Alaihissalam pun memenuhi permintaan istri tersebut. Ia mengajak Hajar dan Ismail kecil mengaruhi hamparan padang pasir tandus sampai akhirnya mereka tiba tengah-tengah padang pasir yang tandus. Padang pasir tersebut kini dikenal dengan nama Makkah Al Mukaromah. Saat itu, di Makkah belum ada seorang pun yang tinggal.
Dalam kondisi itu, Ibrahim Aaihissalam meninggalkan istri dan anaknya. Ia hanya tinggalkan bekal makanan berupa kurma dan air kepada Hajar dan Ismail. Dan saat Ibrahim Alaihissalam hendak pergi, Hajar mengikuti Ibrahim sambil berkata, “Wahai Ibrahim, akan kemanakah kamu? Akankah kamu meningalkan kami di lembah yang tidak ada kerabat dan sesuatu apapun ini?” Tapi, Ibrahim Alaihissalam tidak menjawab pertanyaan hajar. Lalu Hajar pun bertanya lagi, “Apakah Allah yang memerintahkanmu untuk ini?”
Ibrahim Alaihissalam menjawab, “Ya.”
Mendengar jawaban itu, Hajar baru sadar dan berkata, “Jadi, Allah tidak mungkin akan menelantarkan kami.” Lalu Hajar pun kembali kepada Ismail.
Setelah Ibrahim Alaihissalam telah berjalan jauh maka beliau memalingkan tubuhnya ke arah Baitullah dan berdoa,
“Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rizkilah mereka dari buah-buahan. Mudah-mudahan mereka bersyukur.” (Ibrahim : 37)
Kehidupan Hajar bersama putranya di tanah tandus pun dimulai. Ia berusaha tetap tenang dengan memanfaatkan bekal-bekal yang ada. Tapi, hal itu tidak berlangsung lama karena bekal segera habis. Hajar pun lalu berusaha mencari air untuk mengobati dahaga putra dan tubuhnya. Dilihatnya Shafa, lalu ia berlari menujunya dan berharap ada seseorang yang bisa ditemui. Tapi, ia tidak mendapatkan hasil di bukit itu. Lalu, ia pun berjalan menuju bukit Marwa, tapi di sana pun ia tak mendapatkan hasil. Begitu terus ia lakukan tai hanya fatamorgana yang ia dapatkan.
Hingga akhirnya, Allah mendatangkan pertolongan. Dari kaki Ismail yang mungin, keluarlah air yang sekarang dikenal dengan nama air zam-zam. Dengan penuh rasa syukur, Hajar pun memanfaatkan air tesrsebut. Dan selamatlah dirinya dari kehausan. Tak hentinya dia bersyukur, dan sudah menjdai janji Allah bahwa ia akan menolong orang-orang yang beriman.
Sumber : Syeikh Muhammad Husain, The Great Women
0 komentar: