Ciri Khas Hukum Internasional pada Umumnya
Hukum internasional, secara tradisional, dimengerti sebagai hukum yang mengatur hubungan antara negara-negara, dengan menggunakan norma-norma yang mengikat negara bersangkutan, yang disepakati dengan sukarela. Secara tradisional, hukum internasional, dimengerti keberadaannya, didasarkan pada persetujuan dan konsensus yang secara eksplisit dinyatakan negara-negara yang menyetujuinya. M. Virally menyatakan, hukum internasional dapat juga hukum politik internasional, disebabkan:
1. bertujuan atau ditujukan untuk kepentingan yang pada hakikatnya adalah politik. yakni kepentingan negara sebagai kesatuan politik;
2. pembentukannya tergantung dari kemauan politik negara;
3. diwujudkan oleh organ-organ politik, pemerintah negara, tanpa harus diuji oleh instansi yang mandiri.
Ciri hukum internasional penting lainnya, tidak ada lembaga atau institusi yang dapat melakukan pemaksaan dipatuhinya norma internasional yang ada, walaupun dalam perkembangannya, terus diciptakan aneka prosedur untuk penyelesaian sengketa jika tidak dipenuhi atau dipatuhinya kewajiban internasional oleh sebuah negara terhadap negara lainnya, seperti mekanisme perantaraan, angket, konsiliasi, atau arbitrase. Terkadang, jika tidak ada prosedur yang dapat diterima dan dapat menyelesaikan sengketa secara efektif, sebuah negara atau beberapa negara, secara sepihak melakukan dan menggunakan kekerasan bersenjata.
Sejak ditetapkannya, Piagam PBB, penggunaan kekerasan bersenjata secara sepihak oleh negara, dilarang untuk menyelesaikan hampir semua masalah yang terjadi di dunia. Biasanya dilakukan penerapan sanksi—sanksi walaupun perlakuan atau penerapan sanksi juga mendapat keberatan yang besar. Sebagai contoh, sanksi embargo ekonomi, terhadap negara yang dinilai melanggar perjanjian internasional, tnengundang polemik, karena bukan raja berakibat kepada aparat negara, yang telah melakukan pelanggaran, tetapi juga berakibat negatif terhadap penduduk atau rakyat di negara bersangkutan. Sebagai catatan, agresi militer pimpinan Amerika Serikat dan negara-negara pendukungnya, merupakan bentuk tradisional penyelesaian masalah dunia, yang dilarang oleh Piagam PBB.
Khususnya, Perserikatan Bangsa-bangsa, dan organisasi-organisasi internasional umumnya, dalam perkembangannya telah mengubah sifat hukum internasional yang tradisional. Dalam forum yang diselenggarakan organisasi internasional— yang dihadiri perwakilan-perwakilan negara dapat dikemukakan praktik-praktik hukum negara-negara dan dapat dijadikan sarana pengintegrasian opinion iuris. Forum semacam ini dapat mewujudkan hukum kebiasaan internasional, bahkan forum organisasi internasional dapat secara langsung membentuk peraturan (perjanjian) internasional. Dengan menggunakan forum organisasi internasional, para perwakilan negara, dapat memberikan interpretasi hukum perjanjian, hukum kebiasaan dan aturan-aturan hukum yang berlaku umum. Selain itu, di bawah organisasi internasional, berkembang juga bentuk-bentuk baru pengawasan internasional dan prosedur penyelesaian sengketa secara damai—terutama memperoleh kewibawaannya, jika melibatkan para ahli independen. Tindakan paksaan, dalam skala tertentu, dapat dimungkinkan oleh Dewan Keamanan, berdasarkan aturan yang dimuat dalam Bab VII Piagam PBB.Dalam hal, terjadi pelanggaran berat HAM yang dilakukan sebuah negara, maka Dewan Keamanan berkomunikasi dengan Badan-badan HAM PBB dapat mengeluarkan resolusi untuk membentuk Pengadilan Internasional, seperti Pengadilan Internasional untuk Bekas Negara Yugoslavia, dan Pengadilan Internasional untuk Rwanda.
Ciri Khas Hukum Internasional untuk Perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM)
Hukum internasional yang umum, hanya mengatur negara sebagai subjek hukum internasional. Hukum internasional hak asasi manusia berbeda, meskipun status individu sebagai subjek internasional belum diatur secara sempurna, namun hukum internasional hak asasi manusia sudah mengakui individu, sebagai subjek hukum internasional.
Sebagai subjek hukum internasional, individu, pada umumnya belum berperan secara mandiri, karena jika terjadi kejahatan atau pelanggaran hak asasi manusia, tnaka setidak-tidaknya negara, ditempatkan dalam entitas yang bertanggung jawab atas terjadinya kejahatan dan pelanggaran hak asasi, atau setidak-tidaknya, negara dap& dinilai telah lalai dalam kewajiban internasionalnya mencegah kejahatan yang terjadi, atau sebaliknya negara tempat terjadinya kejahatan dapat menuntut pihak-pihak yang melakukan kejahatan.
Perkembangan hukum internasional, terutama setelah Perang Dunia ke-1, telah memberikan status kepada individu sebagai subjek hukum internasional yang mandiri dalam tata hukum internasional. Pembentukan pengadilan internasional Nuremberg dan Tokyo, telah mendudukan individu, sebagai subjek hukum yang dituntut atas kejahatan perang yang dilakukannya. Selanjutnya, individu dalam hukum internasional hak asasi manusia, dalam perkembangannya juga dapat membela hak-haknya secara langsung, awalnya berlaku menurut hukum masyarakat Erope dalam Konvensi Eropa, serta berlaku dalam Konvensi Amerika.Individu dapat membela dirinya sendiri, juga dikenal dalam hukum pegawai negeri internasional.
Pengakuan individu dalam hukum internasional hak asasi manusia, juga dicantumkan dalam Pasal 14 Konvensi Penghapusan Diskriminasi Rasial, dan Protokol Opsional Kovenan Hak-hak Sipil dan Politik, yang memberikan hak petisi atau prosedur pengaduan bagi individu. Demikian juga hak buruh untuk menyampaikan pengaduan yang diatur dalam konvensi ILO.
Perkembangan-perkembangan tersebut adalah perkembangan yang memberikan harapan, walaupun hukum internasional tidak terlepas dengan kepentingan “politik” negara. Demikian juga pemberlakuan prosedur internasional tidak terlepas, dari sifat politik. Dapat dikatakan, harapan yang besar muncul, disebabkan hukum internasional hak asasi manusia secara konsisten mengatur kewajiban internasional bagi semua negara untuk mempromosikan, menghormati, melindungi, memenuhi—memfasilitasi dan menyediakan hak sipil, hak politik, hak ekonomi, hak sosial dan hak budaya setiap orang dan kelompok.
Sistem hukum internasional hak asasi manusia, juga telah mengakibatkan munculnya kewajiban korporasi internasional bertindak sesuai dengan norma dan standar hak asasi manusia. Dalam konteks ini, penting untuk mencatat perkembangan terbaru, saat dikeluarkannya sebuah resolusi, yang diadopsi pada 13 Agustus 2003, yang menyatakan korporasi trans/multinasional (TNCs/MNCs) perlu terikat dengan hukum internasional hak asasi manusia. Namun, mekanisme ini masihlah jauh dari sempurna, karena Sub-Komisi belum dapat melakukan fungsi pengawasan terhadap masalah Sebagai penutup, hukum internasional hak asasi manusia, juga memberikan perhatian besar kepada organisasi non-pemerintah (non-governmental Organisation) untuk berperan aktif dan terlibat dalam promosi dan perlindungan hak asasi manusia di dunia. Perserikatan Bangsa-bangsa, dapat memberikan status konsultatif (consultative status) kepada organisasi non-pemerintah, untuk terlibat dalam forum-forum internasional yang membahas isu dan problem hak asasi manusia.
0 komentar: