Muhammad Nashiruddin Al-Albani

Abu Abdirrahman Muhammad Nashiruddin bin al-Haj Nuh al-Albani (lahir di Shkoder, Albania1914 / 1333 H – meninggal di Yordania; 1 Oktober 1999 / 21 Jumadil Akhir 1420 H; umur 84–85 tahun) adalah salah seorang ulama Islam di era modern yang dikenal sebagai ahli hadits. Ia dibesarkan di tengah keluarga yang tak berpunya lantaran ketekunan dan keseriusan mereka terhadap ilmu, khususnya ilmu agama dan ahli ilmu (ulama).[1] Ayah al-Albani, yaitu al-Haj Nuh, adalah lulusan lembaga pendidikan ilmu-ilmu syariat di ibu kota negara Turki Usmani (yang kini menjadi Istanbul). Ia wafat malam Sabtu, 21 Jumada Tsaniyah 1420 H, atau bertepatan dengan tanggal 1 Oktober 1999.

Pendidikan

Ketika Raja Ahmet Zogu naik tahta di Albania dan mengubah sistem pemerintahan menjadi pemerintah sekuler, Syeikh Nuh amat mengkhawatirkan dirinya dan diri keluarganya. Akhirnya, ia memutuskan untuk berhijrah ke Syam (Suriah, Yordania dan Lebanon sekarang). Ia sekeluarga pun menuju Damaskus.
Setiba di Damaskus, Syeikh al-Albani kecil mulai aktif mempelajari Bahasa Arab. Ia masuk madrasah yang dikelola Jum'iyah al-Is'af al-Khairiyah hingga kelas terakhir tingkat Ibtida'iyah. Selanjutnya, ia meneruskan belajarnya langsung kepada para syeikh ulama. Ia mempelajari al-Qur'an dari ayahnya sampai selesai, selain mempelajari pula sebagian fiqih madzhab, yakni madzhab Hanafi, dari ayahnya.
Syeikh al-Albani juga mempelajari ketrampilan memperbaiki jam dari ayahnya sampai mahir betul, sehingga ia menjadi seorang ahli yang mahsyur. Ketrampilan ini kemudian menjadi salah satu mata pencariannya.
Pada umur dua puluh tahun, al-Albani mulai mengonsentrasikan diri pada ilmu hadits lantaran terkesan dengan pembahasan-pembahasan yang ada dalam majalah al-Manar, sebuah majalah yang diterbitkan oleh Syeikh Muhammad Rasyid Ridha. Kegiatan pertama di bidang ini ialah menyalin sebuah kitab berjudul al-Mughni 'an Hamli al-Asfar fi Takhrij ma fi al-Ishabah min al-Akhbar, sebuah kitab karya al-Iraqi, berupa takhrij terhadap hadits-hadits yang terdapat pada Ihya' Ulumuddin karangan Imam Al-Ghazali. Kegiatan Syeikh Al-Albani dalam bidang hadits ini ditentang oleh ayahnya yang berkomentar, "Sesungguhnya ilmu hadits adalah pekerjaan orang-orang pailit."
Namun, Syeikh al-Albani justru semakin menekuni dunia hadits. Pada perkembangan berikutnya, Syeikh al-Albani tidak memiliki cukup uang untuk membeli kitab. Karenanya, ia memanfaatkan Perpustakaan azh-Zhahiriyah di sana (Damaskus), di samping juga meminjam buku dari beberapa perpustakaan khusus. Karena sibuknya, ia sampai-sampai menutup kios reparasi jamnya. Ia tidak pernah beristirahat menelaah kitab-kitab hadits, kecuali jika waktu sholat tiba.
Akhirnya, kepala kantor perpustakaan memberikan sebuah ruangan khusus di perpustakaan untuk beliau. Bahkan kemudian ia diberi wewenang untuk membawa kunci perpustakaan. Dengan demikian, ia menjadi leluasa dan terbiasa datang sebelum pengunjung lain datang. Begitu pula, ketika orang lain pulang pada waktu sholat dhuhur, ia justru pulang setelah sholat isya. Hal ini dijalaninya sampai bertahun-tahun.

Cobaan beliau di Penjara

Syeikh al-Albani pernah dipenjara dua kali. Kali pertama selama satu bulan dan kali kedua selama enam bulan. Itu tidak lain karena gigihnya ia mendakwahkan sunnah, memurnikan ajaran agama Islam, dan memerangi bid'ah, sehingga orang-orang yang tidak menyukainya dan bahkan menebarkan fitnah.

Beberapa tugas yang pernah diemban

Syeikh al-Albani pernah mengajar di Jami'ah Islamiyah (Universitas Islam Madinah) selama tiga tahun, sejak tahun 1381-1383 H, mengajar tentang hadits dan ilmu-ilmu hadits. Setelah itu, ia pindah ke Yordania. Pada tahun 1388 H, Departemen Pendidikan meminta Syeikh al-Albani menjadi ketua jurusan Dirasah Islamiyah pada Fakultas Pasca Sarjana di sebuah perguruan tinggi di kerajaan Yordania. Tetapi, situasi dan kondisi saat itu tidak memungkinkannya memenuhi permintaan itu. Pada tahun 1395 H hingga 1398 H, ia kembali ke Madinah untuk bertugas sebagai anggota Majelis Tinggi Jam'iyah Islamiyah di sana. Ia mendapat penghargaan tertinggi dari kerajaan Arab Saudi berupa King Faisal Foundation tanggal 14 Dzulkaidah 1419 H (1999 M).

Karya

Karya Syeikh al-Albani amat banyak, di antaranya ada yang sudah dicetak, ada yang masih berupa naskah, dan ada yang hilang. Semua berjumlah 218 judul.

Rihlah beliau menuntut ilmu

Saat berkuasa raja Albania yaitu Ahmad zugu, yang mengadakan perombakan total sendi-sendi kehidupan masyarakat dengan mengikuti langkah thagut Turki, yakni Kamal Ataturk, dimana mengharuskan wanita-wanita muslimah menanggalkan Jilbabnya. Maka makin marak gelombang pengungsian orang-orang yang ingin menyelamatkan agamanya, termasuk Keluarga Haji Nuh yang mengungsi dari Albania ke Syiria.
Di kota damaskus mulailah Al-Albani kecil menunutut ilmu bahasa arab di madrasah Jum’iyyah Al-Is’aaf Al-Khairi. Disana beliau menyelesaikan pendidikan dasar pertama. Kemudian beliau melanjutkan studi intensif kepada para masyaaikh. Ia menimba ilmu Al-Qur’an, tilawah, tajwid dan sekilas tentang fikih Hanafi kepada ayah beliau dan menamatkan beberapa buku sharaf. Lalu beliau mempelajari buku Maraaqi Al-falaah, beberapa buku hadits dan ilmu balaghah dari Syaikh Sa’id Al-Burhaani.
Awal mula beliau melakukan penelitian ilmiah yaitu ketika beliau menyelidiki masalah tentang larangan mengerjakan shalat di masjid yang dibangun di lingkungan kuburan para nabi dan wali. Namun hasil penelitiannya tidak diakui oleh gurunya yaitu Syaikh Al-Buurhaani sehingga beliau merasa terpukul dan malah semakin larut untuk membahas permasalahan tersebut dengan menyandarkan pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dan itulah asal-usul lahirnya kitab beliau yang diberi judul “Tahdziirus Saajid min Ittikhaadzil Qubuuril Massajid”
Al-Albani muda pada suatu hari melihat sebuah majalah Al-Manar di toko buku dan tertarik dengan tajuk tulisan yang ditulis oleh Sayyid Rasyid Ridha tentang buku Al-‘Ihya karangan Al-Ghazzali yang berisi sisi baik dan kesalahan buku tersebut. Ia mengikuti seluruh pembahasan ‘Ihyaa’ Uluumuddin hingga dari buku aslinya dan takhrij Al-Hafizh Al-Iraaqi, tanpa terasa dalam usaha beliau mengikuti pembahasan ini beliau harus menelaah buku-buku bahasa Arab, Balaghah dan Gharib Hadits agar dapat memahami nash-nash yang dibaca disamping melakukan takhrij. Saat itulah awalnya beliau berkonsentrasi memperdalam ilmu hadits. Walaupun ayah beliau selalu memperingatkan seraya berkata: “Ilmu hadits adalah pekerjaan orang-orang pailit.”
Syaikh Al-Albani menuturkan bahwa nikmat yang terbesar dari Allah untuk dirinya ada dua: perpindahan keluarganya ke Syiria dan keahlian mereparasi jam yang diajari ayahnya. Nikmat pertama menyebabkan beliau mudah mempelajari bahasa Arab, karena untuk memahami Al-Qur’an dan As-Sunnah harus menguasai bahasa Arab. Sedangkan nikmat kedua, dengan profesi ini selain dapat menghidupi keluarganya juga memberikan waktu lebih baginya untuk menunutut ilmu. Ia hanya bekerja selama 3 jam setiap hari kecuali hari selasa dan jum’at. Baginya itu sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
Saat mendalami ilmu ini beliau tidak sanggup membeli buku-buku yang dibutuhkan, sehingga beliau sering mengunjungi perpustakaan Azh-Zhahiriyyah sehingga disitu beliau mendapatkan buku-buku yang tidak mampu beliau beli. Ia juga menjalin hubungan dengan pemilik toko buku terbesar di Damaskus sehingga memudahkan beliau untuk meminjam buku-buku yang diperlukan. Saat ada orang yang mau membelinya baru buku tersebut dikembalikan. Saking semangatnya dalam mendalami ilmu hadits hingga beliau menutup bengkel reparasi jam, kemudian menyendiri di perpustakaan Azh-Zhahiriyyah selama 12 jam, menelaah, menta’liq (mengomentari), mentahqiq (memeriksa) kecuali saat tiba waktu shalat. Dan beliau seringkali hanya menyantap makan ringan selama di perpustakaan. Oleh karena itu, pihak perpustakaan memberi beliau ruang khusus, dengan referensi induk untuk kepentingan ilmiah yang beliau lakukan. Ia datang pagi hari sebelum petugas perpustakaan datang. Dan biasanya para pegawai perpustakaan sudah pulang ke rumah tengah hari dan tidak kembali lagi, namun Syaikh Al-Albani tetap berada disana hingga waktu Isya’ tiba. Hal ini beliau jalani selama bertahun-tahun.
Dalam menegakkan dakwah kepada manhaj Salafus Shalih Syaikh Al-Albani mengalami beberapa cobaan. Ia sering menghadapi penentangan yang keras dari ulama-ulama madzhab yang fanatik, guru-guru sufi dan kaum khurafat ahli bid’ah yang menjuluki beliau sebagai wahabi sesat. Namun banyak juga ulama-ulama dan kaum pelajar yang simpati terhadap dakwah beliau sehingga dalam majelisnya selalu dipenuhi oleh para penuntut ilmu yang haus akan ilmu yang sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, karena beliau termasuk pengibar panji tauhid. Seperti halnya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan muridnya Ibnul Qayyim Al-Jauziyah beliau juga pernah mengalami pencekalan dalam penjara di karenakan hasad dan fitnah orang-orang yang menentang beliau.
Syaikh Al-Albani rutin mengisi sejumlah jadwal kajian yang dihadiri para penuntut ilmu dan dosen-dosen untuk mebahas kitab-kitab. Berkat taufiq Allah kemudian kerja keras beliau muncullah karya-karya ilmiah dlam masalah hadits, fiqih, aqidah dan lainnya yang menunjukkan limpahan karunia ilmu yang dicurahkan Allah kepada beliau berupa pemahaman yang benar. Ilmu yang banyak, penelitian yang spektakuler dalam ilmu hadits dan ilmu jarh wa ta’dil. Disamping metodologi ilmiah beliau yang lurus, yang mendudukkan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai hakim standar dalam menimbang segala sesuatu, dibimbing dengan pemahamn Salafus Shalih dan metode mereka dalam tafaqqud fid dien (mendalami agama) dan dalam istimbath hukum. Semua itu membuat beliau menjadi tokoh yang memiliki reputasi yang baik dan sebagai rujukan alim ulama.
Oleh karena itu, pihak Al-jami’ah Al-Islamiyyah di Madinah Al-munawwarah memilih beliau sebagai pengajar materi hadits, ilmu dan fiqih hadits di perguruan tinggi tersebut. Beliau bertugas selama 3 tahun dari 1381 H sampai 1383 H. Pada tahun 1395 H sampai 1397 H pengurus Al-Jami’ah mengangkat beliau sebagai salah satu anggota majelis tinggi Al-Jami’ah. Saat berada disana beliau menjadi tokoh panutan dalam kesungguhan dan keikhlasan. Ketika jam istirahat tiba dimana dosen-dosen lain menimati hidangan teh dan kurma, beliau lebih asyik duduk-duduk di pasir bersama murid-muridnya untuk member pelajaran tambahan. Hubungan beliau dengan murid adalah hubungan persahabatan, bukan hubungan guru-murid. Ia juga pernah diminta menteri penerangan Kerajaan Arab Saudi untuk menangani jurusan hadits di kuliah S2 di Al-Jami’ah Makkah Al-Mukarramah pada tahun 1388 H, namun karena beberapa hal keinginan tersebut tidak tercapai. Atas jasanya berkhidmat untuk As-Sunnah An-Nabawiyah, beliau mendapatkan sebuah penghargaan dari kerajaan Arab Saudi berupa Piagam king Faisal pada tanggal 14 Dzulqa’idah 1419 H.Berikut adalah beberpa karya ilmiah Al-Allamah Syaikh Abu Abdirrahman Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah, yang beliau tulis selama kurang lebih enam puluh tahun meliputi tulisan-tulisan, tahqiq-tahqiq, koreksi-koreksi, takhrij-takhrij:1. Adabuz Zifaaf fis Sunnah Muthaharrah – karangan2. Ahkaamul Janaaiz – karangan3. Irwaaul Ghalil fi Takhrij Ahaadits Manaaris Sabiil – karangan 8 jilid4. Tamaamul Minnah fi Ta’liq ‘Alaa Fiqh Sunnah – karangan5. Silsilah Ahaadits Ash-Shahihah wa syai-un min fiqiha wa fawaa-iduha6. Silsilah Ahaadits Adh-Dhaifah wal Maudhuu’ah wa Atsaaruha As-Sayyi’ fil Ummah7. Shifat shalat Nabi shallahu’alaihi wasallam minat Takbiir ilat Taslim kaannaka taraaha 8. Shahih At-Targhib wat Tarhiib9. Dha’if At-Targhib wat Tarhiib10. Fitnatut Takfiir11. Jilbaab Al-Mar’atul muslimah12. Qishshshah Al-Masiih Ad-Dajjal wa Nuzuul Isa ‘alaihis sallam wa qatluhu iyyahu fi akhiriz Zaman
Dan masih banyak yang lainnya (Buku-buku diatas telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia). Selain itu beliau juga memiliki kaset hasil rekaman ceramah beliau, bantahan terhadap berbagai syubhat dan jawaban terhadap berbagai masalah yang bermanfaat.
Syaikh Al-Albani rahimahullah wafat pada waktu ashar hari sabtu tanggal 22 Jumadil Akhir, tahun 1420 H di yordania. Penyelenggaraan jenazah beliau dilakukan menurut sunnah dan dihadiri ribuan penuntut ilmu, murid-murid beliau, simpatisan beliau dan para pembela manhaj beliau. Jenazah beliau dimakamkan di perkuburan sederhana di pinggir jalan sesuai yang beliau harapkan. Ia juga berwasiat agar isi perpustakaan beliau, baik yang sudah dicetak, difotokopi atau masih tertulis dengan tulisan beliau atau tulisan selain beliau agar diberikan kepada perpustakaan Al-jami’ah A-Islamiyah Al-Madinah Al-Munawwarah. Karena beliau memiliki kenangan manis disana dalam berdakwah kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah di atas manhaj Salafus Shalih, saat menjadi tenaga pengajar disana.
Perkataan ulama tentang Syaikh Al-Albani rahimahullah:
1. Syaikh Muhammad bin Ibrahim aalisy Syaikh rahimahullah berkata: “Beliau adalah ulama ahli sunnah yang senantiasa membela Al-Haq dan menyerang ahli kebatilan.”
2. Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata: “Aku belum pernah melihat di kolong langit pada saat ini orang yang alim dalam ilmu hadits seperti Al-Allamah Muhammad Nashiruddin Al-Albani.” Saat ditanya tentang hadits Rasulullah shallahu’alaihi wasallam, “Sesungguhnya Allah akan membangkitkan dari umat ini setiap awal seratus tahun seorang mujaddid yang akan mengembalikan kemurnian agama ini.” Beliau ditanya siapakah mujaddid abad ini, beliau menjawab, “Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, beliaulah mujaddid abad ini dalam pandanganku, wallahu’alam.”
3. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata: “Beliau adalah alim yang memilki ilmu yang sangat luas dalam bidang hadits baik dari sisi riwayat maupun dirayat, seorang ulama yang memilki penelitian yang dalam dan hujjah yang kuat.”
Demikianlah biografi ringkas Al-Imam Al-Mujaddid Al ‘Allamah Al-Muhaddits Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah, semoga kita senantiasa ditunjuki oleh Allah Azza wa Jalla ke jalan kebenaran.

Muhammad bin Abdul Wahhab

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab (1115 - 1206 H/1701 - 1793 M) (bahasa Arab:محمد بن عبد الوهاب التميمى) adalah seorang ahli teologi agama Islam dan seorang tokoh pemimpin gerakan keagamaan yang pernah menjabat sebagai mufti Daulah Su'udiyyah, yang kemudian berubah menjadi Kerajaan Arab Saudi. Para pendukung pergerakan ini sering disebut Wahabbi, namun mereka lebih memilih untuk menyebut diri mereka sebagai Salafis atau Muwahhidun, yang berarti "satu Tuhan".


 Peninggalan

Muhammad bin Abdul Wahhab, yang memiliki nama lengkap Syaikh al-Islam al-Imam Muhammad bin Abdul Wahab bin Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Rasyid bin Barid bin Muhammad bin al-Masyarif at-Tamimi al-Hambali an-Najdi adalah seorang ulama berusaha membangkitkan kembali pergerakan perjuangan Islam. Para pendukung pergerakan ini sesungguhnya menolak disebut Wahabbi, karena pada dasarnya ajaran Ibnu Wahhab menurut mereka adalah ajaran Nabi Muhammad, bukan ajaran tersendiri. Karenanya mereka lebih memilih untuk menyebut diri mereka sebagai Salafis atau Muwahhidun, yang berarti "satu Tuhan".
Istilah Wahhabi sering menimbulkan kontroversi berhubung dengan asal-usul dan kemunculannya dalam dunia Islam. Umat Islam umumnya terkeliru dengan mereka kerana mereka mendakwa mazhab mereka menuruti pemikiran Ahmad ibn Hanbal dan alirannya, al-Hanbaliyyah atau al-Hanabilah yang merupakan salah sebuah mazhab dalam Ahl al-Sunnah wa al-Jama'ah.
Nama Wahhabi atau al-Wahhabiyyah kelihatan dihubungkan kepada nama 'Abd al-Wahhab iaitu bapa kepada pengasasnya, al-Syaikh Muhammad bin 'Abd al-Wahhab al-Najdi. Bagaimanapun, nama Wahhabi dikatakan ditolak oleh para penganut Wahhabi sendiri dan mereka menggelarkan diri mereka sebagai golongan al-Muwahhidun(3) (unitarians) kerana mereka mendakwa ingin mengembalikan ajaran-ajaran tawhid ke dalam Islam dan kehidupan murni menurut sunnah Rasulullah. Dia mengikat perjanjian dengan Muhammad bin Saud, seorang pemimpin suku di wilayah Najd. Sesuai kesepakatan, Ibnu Saud ditunjuk sebagai pengurus administrasi politik sementara Ibnu Abdul Wahhab menjadi pemimpin spiritual. Sampai saat ini, gelar "keluarga kerajaan" negara Arab Saudi dipegang oleh keluarga Saud. Namun mufti umum tidak selalu dari keluarga Ibnu abdul wahhab misalnya Syaikh 'Abdul 'Aziz bin Abdillah bin Baz.

 Kehidupan

 Masa Kecil

Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab dilahirkan pada tahun 1115 H (1701 M) di kampung Uyainah (Najd), lebih kurang 70 km arah barat laut kota Riyadh, ibukota Arab Saudi sekarang. Ia tumbuh dan dibesarkan dalam kalangan keluarga terpelajar. Ayahnya adalah seorang tokoh agama di lingkungannya. Sedangkan kakeknya adalah seorang qadhi (mufti besar), tempat di mana masyarakat Najd menanyakan segala sesuatu masalah yang bersangkutan dengan agama.
Sebagaimana lazimnya keluarga ulama, maka Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab sejak masih kanak-kanak telah dididik dengan pendidikan agama, yang diajar sendiri oleh ayahnya, Syeikh Abdul Wahhab. Berkat bimbingan kedua orangtuanya, ditambah dengan kecerdasan otak dan kerajinannya, Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab berhasil menghafal 30 juz al-Quran sebelum ia berusia sepuluh tahun. Setelah itu, beliau diserahkan oleh orangtuanya kepada para ulama setempat sebelum akhirnya mereka mengirimnya untuk belajar ke luar daerah
Saudara kandungnya, Sulaiman bin Abdul Wahab, menceritakan betapa bangganya Syeikh Abdul Wahab, ayah mereka, terhadap kecerasan Muhammad. Ia pernah berkata, "Sungguh aku telah banyak mengambil manfaat dari ilmu pengetahuan anakku Muhammad, terutama di bidang ilmu Fiqh".
Setelah mencapai usia dewasa, Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab diajak oleh ayahnya untuk bersama-sama pergi ke tanah suci Mekkah untuk menunaikan rukun Islam yang kelima - mengerjakan haji di Baitullah. Ketika telah selesai menunaikan ibadah haji, ayahnya kembali ke Uyainah sementara Muhammad tetap tinggal di Mekah selama beberapa waktu dan menimba ilmu di sana. Setelah itu, ia pergi ke Madinah untuk berguru kepada ulama disana. Di Madinah, ia berguru pada dua orang ulama besar yaitu Syeikh Abdullah bin Ibrahim bin Saif an-Najdi dan Syeikh Muhammad Hayah al-Sindi.

Kehidupan Syeikh Muhammad di Madinah

Ketika berada di kota Madinah, ia melihat banyak umat Islam di sana yang tidak menjalankan syariat dan berbuat syirik, seperti mengunjungi makam Nabi atau makam seorang tokoh agama, kemudian memohon sesuatu kepada kuburan dan penguhuninya. Hal ini sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang mengajarkan manusia untuk tidak meminta selain kepada Allah.
Hal ini membuat Syeikh Muhammad semakin terdorong untuk memperdalam ilmu ketauhidan yang murni (Aqidah Salafiyah). Ia pun berjanji pada dirinya sendiri, ia akan berjuang dan bertekad untuk mengembalikan aqidah umat Islam di sana kepada akidah Islam yang murni (tauhid), jauh dari sifat khurafat, tahayul, atau bidah.

Belajar dan berdakwah di Basrah

Setelah beberapa lama menetap di Mekah dan Madinah, ia kemudian pindah ke Basrah. Di sini beliau bermukim lebih lama, sehingga banyak ilmu-ilmu yang diperolehinya, terutaman di bidang hadits dan musthalahnya, fiqih dan usul fiqhnya, serta ilmu gramatika (ilmu qawaid). Selain belajar, ia sempat juga berdakwah di kota ini.
Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab memulai dakwahnya di Basrah, tempat di mana beliau bermukim untuk menuntut ilmu ketika itu. Akan tetapi dakwahnya di sana kurang bersinar, karena menemui banyak rintangan dan halangan dari kalangan para ulama setempat.
Di antara pendukung dakwahnya di kota Basrah ialah seorang ulama yang bernama Syeikh Muhammad al-Majmu’i. Tetapi Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab bersama pendukungnya mendapat tekanan dan ancaman dari sebagian ulama yang dituduhnya sesat. Akhirnya beliau meninggalkan Basrah dan mengembara ke beberapa negeri Islam untuk menyebarkan ilmu dan pengalamannya.
Setelah beberapa lama, beliau lalu kembali ke al-Ahsa menemui gurunya Syeikh Abdullah bin `Abd Latif al-Ahsai untuk mendalami beberapa bidang pengajian tertentu yang selama ini belum sempat dipelajarinya. Di sana beliau bermukim untuk beberapa waktu, dan kemudian ia kembali ke kampung asalnya Uyainah.
Pada tahun 1139H/1726M, bapanya berpindah dari 'Uyainah ke Huraymilah dan dia ikut serta dengan bapanya dan belajar kepada bapanya. Tetapi beliau masih meneruskan tentangannya yang kuat terhadap amalan-amalan agama di Najd. Hal ini yang menyebabkan adanya pertentangan dan perselisihan yang hebat antara beliau dengan bapanya yang Ahlussunnah wal jama'ah (serta penduduk-penduduk Najd). Keadaan tersebut terus berlanjut hingga ke tahun 1153H/1740M, saat bapanya meninggal dunia.

Perjuangan memurnikan dan mengembalikan akidah Islam

Awal Pergerakan

Sejak dari itu, Syeikh Muhammad tidak lagi terikat. Dia bebas mengemukakan akidah-akidahnya sekehendak hatinya, menolak dan mengesampingkan amalan-amalan agama yang dilakukan umat islam saat itu.
Melihat keadaan umat islam yang sudah melanggar akidah, ia mulai merencanakan untuk menyusun sebuah barisan ahli tauhid (muwahhidin) yang diyakininya sebagai gerakan memurnikan dan mengembalikan akidah Islam. Oleh lawan-lawannya, gerakan ini kemudian disebut dengan nama gerakan Wahabiyah.
Muhammad bin Abdul Wahab memulai pergerakan di kampungnya sendiri, Uyainah. Ketika itu, Uyainah diperintah oleh seorang Amir (penguasa) bernama Usman bin Muammar. Amir Usman menyambut baik ide dan gagasan Syeikh Muhammad, bahkan beliau berjanji akan menolong dan mendukung perjuangan tersebut.
Suatu ketika, Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab meminta izin pada Amir Uthman untuk menghancurkan sebuah bangunan yang dibina di atas maqam Zaid bin al-Khattab. Zaid bin al-Khattab adalah saudara kandung Umar bin al-Khattab, Khalifah Rasulullah yang kedua. Membuat bangunan di atas kubur menurut pendapatnya dapat menjurus kepada kemusyrikan.
Amir menjawab "Silakan... tidak ada seorang pun yang boleh menghalang rancangan yang mulia ini." Tetapi Sbeliau khuatir masalah itu kelak akan dihalang-halangi oleh penduduk yang tinggal berdekatan maqam tersebut. Lalu Amir menyediakan 600 orang tentara untuk tujuan tersebut bersama-sama Syeikh Muhammad merobohkan maqam yang dikeramatkan itu.
Sebenarnya apa yang mereka sebut sebagai makam Zaid bin al-Khattab ra. yang gugur sebagai syuhada’ Yamamah ketika menumpaskan gerakan Nabi Palsu (Musailamah al-Kazzab) di negeri Yamamah suatu waktu dulu, hanyalah berdasarkan prasangka belaka. Karena di sana terdapat puluhan syuhada’ (pahlawan) Yamamah yang dikebumikan tanpa jelas lagi pengenalan mereka.
Bisa saja yang mereka anggap makam Zaid bin al-Khattab itu adalah makam orang lain. Tetapi oleh karena masyarakat setempat di situ telah terlanjur beranggapan bahwa itulah makam beliau, mereka pun mengkeramatkannya dan membina sebuah masjid di dekatnya. Makam itu kemudian dihancurkan oleh Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab atas bantuan Amir Uyainah, Uthman bin Muammar.
Pergerakan Syeikh Muhammad tidak berhenti sampai disitu, ia kemudian menghancurkan beberapa makam yang dipandangnya berbahaya bagi ketauhidan. Hal ini menurutnya adalah untuk mencegah agar makam tersebut tidak dijadikan objek peribadatan oleh masyarakat Islam setempat.
Berita tentang pergerakan ini akhirnya tersebar luas di kalangan masyarakat Uyainah mahupun di luar Uyainah.
Ketika pemerintah al-Ahsa' mendapat berita bahwa Muhammad bin'Abd al-Wahhab mendakwahkan pendapat, dan pemerintah 'Uyainah pula menyokongnya, maka kemudian memberikan peringatan dan ancaman kepada pemerintah'Uyainah. Hal ini rupanya berhasil mengubah pikiran Amir Uyainah. Ia kemudian memanggil Syeikh Muhammad untuk membicarakan tentang cara tekanan yang diberikan oleh Amir al-Ahsa'. Amir Uyainah berada dalam posisi serba salah saat itu, di satu sisi dia ingin mendukung perjuangan syeikh tapi di sisi lain ia tak berdaya menghadapi tekanan Amir al-Ihsa. Akhirnya, setelah terjadi perdebatan antara syeikh dengan Amir Uyainah, di capailah suatu keputusan: Syeikh Muhammad harus meninggalkan daerah Uyainah dan mengungsi ke daerah lain.
Dalam bukunya yang berjudul Al-Imam Muhammad bin Abdul Wahab,Da'watuhu Wasiratuhu, Syeikh Muhammad bin `Abdul `Aziz bin `Abdullah bin Baz, beliau berkata: "Demi menghindari pertumpahan darah, dan karena tidak ada lagi pilihan lain, di samping beberapa pertimbangan lainnya maka terpaksalah Syeikh meninggalkan negeri Uyainah menuju negeri Dariyah dengan menempuh perjalanan secara berjalan kaki seorang diri tanpa ditemani oleh seorangpun. Ia meninggalkan negeri Uyainah pada waktu dini hari, dan sampai ke negeri Dariyah pada waktu malam hari." (Ibnu Baz, Syeikh `Abdul `Aziz bin `Abdullah, m.s 22)
Tetapi ada juga tulisan lainnya yang mengatakan bahwa: Pada mulanya Syeikh Muhammad mendapat dukungan penuh dari pemerintah negeri Uyainah Amir Uthman bin Mu’ammar, namun setelah api pergerakan dinyalakan, pemerintah setempat mengundurkan diri dari percaturan pergerakan karena alasan politik (besar kemungkinan takut dipecat dari kedudukannya sebagai Amir Uyainah oleh pihak atasannya). Dengan demikian, tinggallah Syeikh Muhammad dengan beberapa orang sahabatnya yang setia untuk meneruskan dakwahnya. Dan beberapa hari kemudian, Syeikh Muhammad diusir keluar dari negeri itu oleh pemerintahnya.
Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab kemudian pergi ke wilayah Dir’iyyah.

Syeikh Muhammad di Dir'iyyah

Sesampainya Syeikh Muhammad di sebuah kampung wilayah Dir'iyyah, yang tidak berapa jauh dari tempat kediaman Amir Muhammad bin Saud (pemerintah wilayah Dir’iyyah), Syeikh menemui seorang penduduk di kampung itu, orang tersebut bernama Muhammad bin Suwailim al-`Uraini. Bin Suwailim ini adalah seorang yang dikenal soleh oleh masyarakat setempat. Syeikh kemudian meminta izin untuk tinggal bermalam di rumahnya sebelum ia meneruskan perjalanannya ke tempat lain. Pada awalnya ia ragu-ragu menerima Syeikh di rumahnya, karena suasana Dir'iyyah dan sekelilingnya pada waktu itu tidak aman. Namun, setelah Syeikh memperkenalkan dirinya serta menjelaskan maksud dan tujuannya datang ke negeri Dir’iyyah, yaitu hendak menyebarkan dakwah Islamiyah dan membenteras kemusyrikan, barulah Muhammad bin Suwailim ingin menerimanya sebagai tamu di rumahnya.
Peraturan di Dir'iyyah ketika itu mengharuskan setiap pendatang melaporkan diri kepada penguasa setempat, maka pergilah Muhammad bin Suwailim menemui Amir Muhammad untuk melaporkan kedatangan Syeikh Abdul Wahab yang baru tiba dari Uyainah serta menjelaskan maksud dan tujuannya kepada beliau. Namun mereka gagal menemui Amir Muhammad yang saat itu tidak ada di rumah, mereka pun menyampaikan pesan kepada amir melalui istrinya.
Istri Ibnu Saud ini adalah seorang wanita yang soleh. Maka, tatkala Ibnu Saud mendapat giliran ke rumah isterinya ini, sang istri menyampaikan semua pesan-pesan itu kepada suaminya. Selanjutnya ia berkata kepada suaminya: "Bergembiralah kakanda dengan keuntungan besar ini, keuntungan di mana Allah telah mengirimkan ke negeri kita seorang ulama, juru dakwah yang mengajak masyarakat kita kepada agama Allah, berpegang teguh kepada Kitabullah dan Sunnah RasulNya. Inilah suatu keuntungan yang sangat besar, janganlah ragu-ragu untuk menerima dan membantu perjuangan ulama ini, mari sekarang juga kakanda menjemputnya kemari."
Namun baginda bimbang sejenak, ia bingung apakah sebaiknya Syeikh itu dipanggil datang menghadapnya, atau dia sendiri yang harus datang menjemput Syeikh untuk dibawa ke tempat kediamannya? Baginda pun kemudian meminta pandangan dari beberapa penasihatnya tentang masalah ini. Isterinya dan para penasihatnya yang lain sepakat bahwa sebaiknya baginda sendiri yang datang menemui Syeikh Muhammad di rumah Muhammad bin Sulaim. Baginda pun menyetujui nasihat tersebut. Maka pergilah baginda bersama beberapa orang pentingnya ke rumah Muhammad bin Suwailim, di mana Syeikh Muhammad bermalam.
Sesampainya baginda di rumah Muhammad bin Suwailim, amir Ibnu Saud memberi salam dan dibalas dengan salam dari Syeikh dan bin Suwalim. Amir Ibnu Saud berkata: "Ya Syeikh! Bergembiralah anda di negeri kami, kami menerima dan menyambut kedatangan anda di negeri ini dengan penuh gembira. Dan kami berjanji untuk menjamin keselamatan dan keamanan anda di negeri ini dalam menyampaikan dakwah kepada masyarakat Dir'iyyah. Demi kejayaan dakwah Islamiyah yang anda rencanakan, kami dan seluruh keluarga besar Ibnu Saud akan mempertaruhkan nyawa dan harta untuk berjuang bersama-sama anda demi meninggikan agama Allah dan menghidupkan sunnah RasulNya, sehingga Allah memenangkan perjuangan ini, Insya Allah!"
Kemudian Syeikh menjawab: "Alhamdulillah, anda juga patut gembira, dan Insya Allah negeri ini akan diberkati Allah Subhanahu wa Taala. Kami ingin mengajak umat ini kepada agama Allah. Siapa yang menolong agama ini, Allah akan menolongnya. Dan siapa yang mendukung agama ini, nescaya Allah akan mendukungnya. Dan Insya Allah kita akan melihat kenyataan ini dalam waktu yang tidak begitu lama." Demikianlah seorang Amir (penguasa) tunggal negeri Dir'iyyah, yang bukan hanya sekadar membela dakwahnya saja, tetapi juga sekaligus melindungi darahnya bagaikan saudara kandung sendiri, yang berarti di antara Amir dan Syeikh sudah bersumpah setia sehidup-semati, dan senasib-sepenanggungan, dalam menegakkan hukum Allah dan RasulNya di bumi Dir'iyyah. Ternyata apa yang diikrarkan oleh Amir Ibnu Saud itu benar-benar ditepatinya. Ia bersama Syeikh seiring sejalan, bahu-membahu dalam menegakkan kalimah Allah, dan berjuang di jalanNya.
Nama Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab dengan ajaran-ajarannya itu sudah begitu terdengar di kalangan masyarakat, baik di dalam negeri Dir'iyyah maupun di negeri-negeri tetangga. Masyarakat luar Dir'iyyah pun berduyun-duyun datang ke Dir'iyyah untuk menetap dan tinggal di negeri ini, sehingga negeri Dir'iyyah penuh sesak dengan kaum muhajirin dari seluruh pelosok tanah Arab. Ia pun mulai membuka madrasah dengan menggunakan kurikulum yang menjadi modal utama bagi perjuangan beliau, yang meliputi disiplin ilmu Aqidah al-Qur’an, tafsir, fiqh, usul fiqh, hadith, musthalah hadith, gramatikanya (nahwu-shorof) dan lain-lain.
Dalam waktu yang singkat , Dir'iyyah telah menjadi kiblat ilmu dan tujuan mereka yang hendak mempelajari Islam. Para penuntut ilmu, tua dan muda, berduyun-duyun datang ke negeri ini. Di samping pendidikan formal (madrasah), diadakan juga dakwah yang bersifat terbuka untuk semua lapisan masyarakat. Gema dakwah beliau begitu membahana di seluruh pelosok Dir'iyyah dan negeri-negeri jiran yang lain. Kemudian, Syeikh mulai menegakkan jihad, menulis surat-surat dakwahnya kepada tokoh-tokoh tertentu untuk bergabung dengan barisan Muwahhidin yang dipimpin oleh beliau sendiri. Hal ini dalam rangka pergerakan pembaharuan tauhid demi membasmi syirik, bidah dan khurafat di negeri mereka masing-masing. Untuk langkah awal pergerakan itu, beliau memulai di negeri Najd. Ia pun mula mengirimkan surat-suratnya kepada ulama-ulama dan penguasa-penguasa di sana.

 Berdakwah Melalui Surat-menyurat

Syeikh menempuh pelbagai macam dan cara, dalam menyampaikan dakwahnya, sesuai dengan keadaan masyarakat yang dihadapinya. Di samping berdakwah melalui lisan, beliau juga tidak mengabaikan dakwah secara pena dan pada saatnya juga jika perlu beliau berdakwah dengan besi (pedang).
Maka Syeikh mengirimkan suratnya kepada ulama-ulama Riyadh dan para umaranya, salah satunya adalah Dahham bin Dawwas. Surat-surat itu dikirimkannya juga kepada para ulama dan penguasa-penguasa. Ia terus mengirimkan surat-surat dakwahnya itu ke seluruh penjuru Arab, baik yang dekat ataupun jauh. Di dalam surat-surat itu, beliau menjelaskan tentang bahaya syirik yang mengancam negeri-negeri Islam di seluruh dunia, juga bahaya bid’ah, khurafat dan tahyul.
Berkat hubungan surat menyurat Syeikh terhadap para ulama dan umara dalam dan luar negeri, telah menambahkan kemasyhuran nama Syeikh sehingga beliau disegani di antara kawan dan lawannya, hingga jangkauan dakwahnya semakin jauh berkumandang di luar negeri, dan tidak kecil pengaruhnya di kalangan para ulama dan pemikir Islam di seluruh dunia, seperti di Hindia, Indonesia, Pakistan, Afganistan, Afrika Utara, Maghribi, Mesir, Syria, Iraq dan lain-lain lagi.
Memang cukup banyak para da’i dan ulama di negeri-negeri tersebut, tetapi pada waktu itu kebanyakan dari mereka tidak fokus untuk membasmi syirik dalam dakwahnya, meskipun mereka memiliki ilmu-ilmu yang cukup memadai.
Demikian banyaknya surat-menyurat di antara Syeikh dengan para ulama baik di dalam dan luar Jazirah Arab, sehingga menjadi dokumen yang amat berharga sekali. Akhir-akhir ini semua tulisan beliau, yang berupa risalah, maupun kitab-kitabnya, sedang dihimpun untuk dicetak dan sebagian sudah dicetak dan disebarkan ke seluruh pelosok dunia Islam, baik melalui Rabithah al-`Alam Islami, maupun dari pihak kerajaan Saudi sendiri (di masa mendatang). Begitu juga dengan tulisan-tulisan dari putera-putera dan cucu-cucu beliau serta tulisan-tulisan para murid-muridnya dan pendukung-pendukungnya yang telah mewarisi ilmu-ilmu beliau. Di masa kini, tulisan-tulisan beliau sudah tersebar luas ke seluruh pelosok dunia Islam.
Dengan demikian, jadilah Dir'iyyah sebagai pusat penyebaran dakwah kaum Muwahhidin (gerakan pemurnian tauhid) oleh Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab yang didukung oleh penguasa Amir Ibnu Saud. Kemudian murid-murid keluaran Dir'iyyah juga menyebarkan ajaran-ajaran tauhid murni ini ke seluruh penjuru dunia dengan membuka madrasah atau kajian umum di daerah mereka masing-masing.
Sejarah pembaharuan yang digerakkan oleh Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab ini tercatat dalam sejarah dunia sebagai yang paling hebat dari jenisnya dan amat cemerlang.
Di samping itu, hal ini merupakan suatu pergerakan perubahan besar yang banyak memakan korban manusia maupun harta benda. Hal ini terjadi karena banyaknya perlawanan dari luar maupun dari dalam. Perlawanan dari dalam terutama dari tokoh-tokoh agama Islam sendiri yang takut akan kehilangan pangkat, kedudukan, pengaruh dan jamaahnya. Maupun dari Penguasa Turki Utsmani yang khawatir terhadap pengaruh dakwah Ibnu Abdil Wahhab yang telah merambah dua kota suci umat Islam, Mekkah dan Madinah. Karenanya, demi mempertahankan kekuasaan mereka, mereka mengirim pasukan besar di bawah komando Muhammad Ali Basya (Gubernur Mesir) untuk menaklukkan Dir'iyyah beberapa kali, hingga akhirnya jatuh pada tahun 1233 H. Banyak di antara tokoh Al Saud dan Al Syaikh (anak-cucu Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab) yang ditangkap dan diasingkan ke Mesir pasca jatuhnya ibukota Dir'iyyah, bahkan sebagiannya dieksekusi oleh musuh, contohnya adalah Syaikh Sulaiman bin Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahhab yang merupakan pakar hadits di zamannya. Beliau dibunuh dengan cara sangat keji oleh Ibrahim Basya. Demikian pula imam Daulah Su'udiyyah kala itu, yaitu Imam Abdullah bin Su'ud bin Abdul Aziz bin Muhammad bin Saud (cicit Muhammad bin Saud). Beliau dieksekusi di Istanbul, Turki. Inilah periode Daulah Su'udiyyah I (1151-1233 H). Kemudian berdiri Daulah Su'udiyyah II (1240-1309 H), dan yang terakhir ialah Daulah Su'udiyyah III yang kemudian berganti nama menjadi Al Mamlakah Al 'Arabiyyah As Su'udiyyah (Kerajaan Arab Saudi), yang didirikan oleh Abdul Aziz bin Abdurrahman Al Saud (Bapak Raja-raja Saudi sekarang) pada tahun 1319 H hingga kini.
Selain mendapat perlawanan sengit dari Pihak Turki Utsmani, mereka juga sangat dimusuhi oleh kaum Syi'ah Bathiniyyah, baik dari Najran (selatan Saudi) maupun yang lainnya. Salah satu pertempuran besar pernah terjadi antara kaum muwahhidin dengan pasukan Hasan bin Hibatullah Al Makrami dari Najran yang berakidah Syi'ah Bathiniyyah, dan peperangan ini memakan korban jiwa cukup besar di pihak muwahhidin. Bahkan Imam Abdul Aziz bin Muhammad bin Saud konon terbunuh di tangan salah seorang syi'ah yang menyusup ke tengah-tengah kaum muwahhidin, beliau ditikam dari belakang ketika sedang mengimami shalat berjama'ah. Selain perlawanan sengit dari mereka yang mengatasnamakan Islam, para pengikut dakwah Syaikh Ibnu Abdil Wahhab juga dimusuhi oleh pihak kafir. Imperialis Inggris yang menjajah banyak negeri kaum muslimin kala itu pun khawatir terhadap dampak buruk penyebaran dakwah Syaikh Ibnu Abdil Wahhab bagi eksistensi mereka. Sebab beliau menghidupkan kembali ajaran tauhid dan berjihad melawan berbagai bentuk syirik dan bid'ah, sedangkan Inggris justeru mempertahankan hal tersebut karena di situlah titik kelemahan kaum muslimin. Artinya, bila kaum muslimin kembali kepada tauhid dan meninggalkan semua bentuk syrik dan bid'ah, niscaya mereka akan angkat senjata melawan para penjajah. Karenanya, Inggris memunculkan istilah 'Wahhabi' dan merekayasa berbagai kedustaan dan kejahatan yang mereka lekatkan pada pengikut dakwah Syaikh Ibn Abdil Wahhab, sehingga banyak dari kaum muslimin di negeri-negeri jajahan Inggris yang termakan hasutan tersebut dan serta merta membenci mereka.
Alhamdulillah, masa-masa tersebut telah berlalu. Umat Islam kini lebih faham tentang apa dan siapa kaum pengikut dakwah Rasulullah yang diteruskan Muhammad bin Abdul Wahhab (yang dijuluki Wahabi) tersebut. Satu persatu kejahatan dan kebusukan kaum orientalis yang sengaja mengadu domba antara sesama umat Islam semenjak awal, begitu juga dari kaum penjajah Barat, semuanya kini terungkap.
Meskipun usaha musuh-musuh dakwahnya begitu hebat, baik dari luar maupun dalam, yang dilancarkan melalui pena atau ucapan demi membendung dakwah tauhid ini, namun usaha mereka sia-sia belaka, karena ternyata Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memenangkan perjuangan dakwah tauhid yang dipelopori oleh Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab yang telah mendapat sambutan bukan hanya oleh penduduk negeri Najd saja, akan tetapi juga sudah menggema ke seluruh dunia Islam dari Ujung barat benua Afrika sampai ke Merauke, bahkan mulai menjamah Eropa dan Amerika.

Untuk mencapai tujuan pemurnian ajaran agama Islam, Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab telah menempuh pelbagai macam cara. Kadangkala lembut dan kadangkala kasar, sesuai dengan sifat orang yang dihadapinya. Ia mendapat pertentangan dan perlawanan dari kelompok yang tidak menyenanginya karena sikapnya yang tegas dan tanpa kompromi, sehingga lawan-lawannya membuat tuduhan-tuduhan ataupun pelbagai fitnah terhadap dirinya dan pengikut-pengikutnya.
Musuh-musuhnya pernah menuduh bahwa Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab telah melarang para pengikutnya membaca kitab fiqh, tafsir dan hadith. Malahan ada yang lebih keji, yaitu menuduh Syeikh Muhammad telah membakar beberapa kitab tersebut, serta menafsirkan Al Qur’an menurut kehendak hawa nafsu sendiri.
Apa yang dituduh dan difitnah terhadap Syeikh Ibnu `Abdul Wahab itu, telah dijawab dengan tegas oleh seorang pengarang terkenal, yaitu al-Allamah Syeikh Muhammad Basyir as-Sahsawani, dalam bukunya yang berjudul Shiyanah al-Insan di halaman 473 seperti berikut:
"Sebenarnya tuduhan tersebut telah dijawab sendiri oleh Syeikh Ibnu `Abdul Wahab sendiri dalam suatu risalah yang ditulisnya dan dialamatkan kepada `Abdullah bin Suhaim dalam pelbagai masalah yang diperselisihkan itu. Diantaranya beliau menulis bahwa semua itu adalah bohong dan kata-kata dusta belaka, seperti dia dituduh membatalkan kitab-kitab mazhab, dan dia mendakwakan dirinya sebagai mujtahid, bukan muqallid."
Kemudian dalam sebuah risalah yang dikirimnya kepada `Abdurrahman bin `Abdullah, Muhammad bin `Abdul Wahab berkata: "Aqidah dan agama yang aku anut, ialah mazhab Ahli Sunnah wal Jamaah, sebagai tuntunan yang dipegang oleh para Imam Muslimin, seperti Imam-imam Mazhab empat dan pengikut-pengikutnya sampai hari kiamat. Aku hanyalah suka menjelaskan kepada orang-orang tentang pemurnian agama dan aku larang mereka berdoa (mohon syafaat) pada orang yang hidup atau orang mati daripada orang-orang soleh dan lainnya."
`Abdullah bin Muhammad bin `Abdul Wahab, menulis dalam risalahnya sebagai ringkasan dari beberapa hasil karya ayahnya, Syeikh Ibnu `Abdul Wahab, seperti berikut: "Bahwa mazhab kami dalam Ushuluddin (Tauhid) adalah mazhab Ahlus Sunnah wal Jamaah, dan cara (sistem) pemahaman kami adalah mengikuti cara Ulama Salaf. Sedangkan dalam hal masalah furu’ (fiqh) kami cenderung mengikuti mazhab Ahmad bin Hanbal rahimahullah. Kami tidak pernah mengingkari (melarang) seseorang bermazhab dengan salah satu daripada mazhab yang empat. Dan kami tidak mempersetujui seseorang bermazhab kepada mazhab yang luar dari mazhab empat, seprti mazhab Rafidhah, Zaidiyah, Imamiyah dan lain-lain lagi. Kami tidak membenarkan mereka mengikuti mazhab-mazhab yang batil. Malah kami memaksa mereka supaya bertaqlid (ikut) kepada salah satu dari mazhab empat tersebut. Kami tidak pernah sama sekali mengaku bahwa kami sudah sampai ke tingkat mujtahid mutlaq, juga tidak seorang pun di antara para pengikut kami yang berani mendakwakan dirinya dengan demikian. Hanya ada beberapa masalah yang kalau kami lihat di sana ada nash yang jelas, baik dari Qur’an mahupun Sunnah, dan setelah kami periksa dengan teliti tidak ada yang menasakhkannya, atau yang mentaskhsiskannya atau yang menentangnya, lebih kuat daripadanya, serta dipegangi pula oleh salah seorang Imam empat, maka kami mengambilnya dan kami meninggalkan mazhab yang kami anut, seperti dalam masalah warisan yang menyangkut dengan kakek dan saudara lelaki; Dalam hal ini kami berpendirian mendahulukan kakek, meskipun menyalahi mazhab kami (Hambali)."
Demikianlah bunyi isi tulisan kitab Shiyanah al-Insan, hal. 474. Seterusnya beliau berkata: "Adapun yang mereka fitnah kepada kami, sudah tentu dengan maksud untuk menutup-nutupi dan menghalang-halangi yang hak, dan mereka membohongi orang banyak dengan berkata: `Bahwa kami suka mentafsirkan Qur’an dengan selera kami, tanpa mengindahkan kitab-kitab tafsirnya. Dan kami tidak percaya kepada ulama, menghina Nabi kita Muhammad Shalallahu 'alaihi wassalam’ dan dengan perkataan `bahwa jasad Nabi Shalallahu 'alaihi wassalam itu buruk di dalam kuburnya. Dan bahwa tongkat kami ini lebih bermanfaat daripada Nabi, dan Nabi itu tidak mempunyai syafaat.
Dan ziarah kepada kubur Nabi itu tidak sunat, dan Nabi tidak mengerti makna "La ilaha illallah" sehingga perlu diturunkan kepadanya ayat yang berbunyi: "Fa’lam annahu La ilaha illallah," dan ayat ini diturunkan di Madinah. Dituduhnya kami lagi, bahwa kami tidak percaya kepada pendapat para ulama. Kami telah menghancurkan kitab-kitab karangan para ulama mazhab, karena didalamnya bercampur antara yang hak dan batil. Malah kami dianggap mujassimah (menjasmanikan Allah), serta kami mengkufurkan orang-orang yang hidup sesudah abad keenam, kecuali yang mengikuti kami. Selain itu kami juga dituduh tidak mahu menerima bai’ah seseorang sehingga kami menetapkan atasnya `bahwa dia itu bukan musyrik begitu juga ibu-bapaknya juga bukan musyrik.’
Dikatakan lagi bahwa kami telah melarang manusia membaca selawat ke atas Nabi Shalallahu 'alaihi wassalam dan mengharamkan berziarah ke kubur-kubur. Kemudian dikatakannya pula, jika seseorang yang mengikuti ajaran agama sesuai dengan kami, maka orang itu akan diberikan kelonggaran dan kebebasan dari segala beban dan tanggungan atau hutang sekalipun.
Kami dituduh tidak mahu mengakui kebenaran para ahlul Bait Radiyallahu 'anhum. Dan kami memaksa menikahkan seseorang yang tidak kufu serta memaksa seseorang yang tua umurnya dan ia mempunyai isteri yang muda untuk diceraikannya, karena akan dinikahkan dengan pemuda lainnya untuk mengangkat derajat golongan kami.
Maka semua tuduhan yang diada-adakan dalam hal ini sungguh kami tidak mengerti apa yang harus kami katakan sebagai jawaban, kecuali yang dapat kami katakan hanya "Subhanaka - Maha suci Engkau ya Allah" ini adalah kebohongan yang besar. Oleh karena itu, maka barangsiapa menuduh kami dengan hal-hal yang tersebut di atas tadi, mereka telah melakukan kebohongan yang amat besar terhadap kami. Barangsiapa mengaku dan menyaksikan bahwa apa yang dituduhkan tadi adalah perbuatan kami, maka ketahuilah: bahwa kesemuanya itu adalah suatu penghinaan terhadap kami, yang dicipta oleh musuh-musuh agama ataupun teman-teman syaithan dari menjauhkan manusia untuk mengikuti ajaran sebersih-bersih tauhid kepada Allah dan keikhlasan beribadah kepadaNya.
Kami beri’tiqad bahwa seseorang yang mengerjakan dosa besar, seperti melakukan pembunuhan terhadap seseorang Muslim tanpa alasan yang wajar, begitu juga seperti berzina, riba’ dan minum arak, meskipun berulang-ulang, maka orang itu hukumnya tidaklah keluar dari Islam (murtad), dan tidak kekal dalam neraka, apabila ia tetap bertauhid kepada Allah dalam semua ibadahnya." (Shiyanah al-Insan, m.s 475)
Khusus tentang Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wassalam, Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab berkata: "Dan apapun yang kami yakini terhadap martabat Muhammad Shalallahu 'alaihi wassalam bahwa martabat beliau itu adalah setinggi-tinggi martabat makhluk secara mutlak. Dan Beliau itu hidup di dalam kuburnya dalam keadaan yang lebih daripada kehidupan para syuhada yang telah digariskan dalam Al-Qur’an. Karena Beliau itu lebih utama dari mereka, dengan tidak diragukan lagi. Bahwa Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam mendengar salam orang yang mengucapkan kepadanya. Dan adalah sunnah berziarah kepada kuburnya, kecuali jika semata-mata dari jauh hanya datang untuk berziarah ke maqamnya. Namun Sunat juga berziarah ke masjid Nabi dan melakukan solat di dalamnya, kemudian berziarah ke maqamnya. Dan barangsiapa yang menggunakan waktunya yang berharga untuk membaca selawat ke atas Nabi, selawat yang datang daripada beliau sendiri, maka ia akan mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat."

Tantangan Dakwah Beliau dan Pemecahannya

Sebagaimana lazimnya, seorang pemimpin besar dalam suatu gerakan perubahan , maka Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab pun tidak lepas dari sasaran permusuhan dari pihak-pihak tertentu, baik dari dalam maupun dari luar Islam, terutama setelah Syeikh menyebarkah dakwahnya dengan tegas melalui tulisan-tulisannya, berupa buku-buku mahupun surat-surat yang tidak terkira banyaknya. Surat-surat itu dikirim ke segenap penjuru negeri Arab dan juga negeri-negeri Ajam (bukan Arab).
Surat-suratnya itu dibalas oleh pihak yang menerimanya, sehingga menjadi beratus-ratus banyaknya. Mungkin kalau dibukukan niscaya akan menjadi puluhan jilid tebalnya.
Sebagian dari surat-surat ini sudah dihimpun, diedit serta diberi ta’liq dan sudah diterbitkan, sebagian lainnya sedang dalam proses penyusunan. Ini tidak termasuk buku-buku yang sangat berharga yang sempat ditulis sendiri oleh Syeikh di celah-celah kesibukannya yang luarbiasa itu. Adapun buku-buku yang sempat ditulisnya itu berupa buku-buku pegangan dan rujukan kurikulum yang dipakai di madrasah-madrasah ketika beliau memimpin gerakan tauhidnya.
Tentangan maupun permusuhan yang menghalang dakwahnya, muncul dalam dua bentuk: 1. Permusuhan atau tentangan atas nama ilmiyah dan agama, 2. Atas nama politik yang berselubung agama.
Bagi yang terakhir, mereka memperalatkan golongan ulama tertentu, demi mendukung kumpulan mereka untuk memusuhi dakwah Wahabiyah.
Mereka menuduh dan memfitnah Syeikh sebagai orang yang sesat lagi menyesatkan, sebagai kaum Khawarij, sebagai orang yang ingkar terhadap ijma’ ulama dan pelbagai macam tuduhan buruk lainnya.
Namun Syeikh menghadapi semuanya itu dengan semangat tinggi, dengan tenang, sabar dan beliau tetap melancarkan dakwah bil lisan dan bil hal, tanpa mempedulikan celaan orang yang mencelanya.
Pada hakikatnya ada tiga golongan musuh-musuh dakwah beliau:
1. Golongan ulama khurafat, yang mana mereka melihat yang haq (benar) itu batil dan yang batil itu haq. Mereka menganggap bahwa mendirikan bangunan di atas kuburan lalu dijadikan sebagai masjid untuk bersembahyang dan berdoa di sana dan mempersekutukan Allah dengan penghuni kubur, meminta bantuan dan meminta syafaat padanya, semua itu adalah agama dan ibadah. Dan jika ada orang-orang yang melarang mereka dari perbuatan jahiliyah yang telah menjadi adat tradisi nenek moyangnya, mereka menganggap bahwa orang itu membenci auliya’ dan orang-orang soleh, yang bererti musuh mereka yang harus segera diperangi.
2. Golongan ulama taashub, yang mana mereka tidak banyak tahu tentang hakikat Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab dan hakikat ajarannya. Mereka hanya taqlid belaka dan percaya saja terhadap berita-berita negatif mengenai Syeikh yang disampaikan oleh kumpulan pertama di atas sehingga mereka terjebak dalam perangkap Ashabiyah (kebanggaan dengan golongannya) yang sempit tanpa mendapat kesempatan untuk melepaskan diri dari belitan ketaashubannya. Lalu menganggap Syeikh dan para pengikutnya seperti yang diberitakan, yaitu; anti Auliya’ dan memusuhi orang-orang shaleh serta mengingkari karamah mereka. Mereka mencaci-maki Syeikh habis-habisan dan beliau dituduh sebagai murtad.
3. Golongan yang takut kehilangan pangkat dan jawatan, pengaruh dan kedudukan. Maka golongan ini memusuhi beliau supaya dakwah Islamiyah yang dilancarkan oleh Syeikh yang berpandukan kepada aqidah Salafiyah murni gagal karena ditelan oleh suasana hingar-bingarnya penentang beliau.
Demikianlah tiga jenis musuh yang lahir di tengah-tengah nyalanya api gerakan yang digerakkan oleh Syeikh dari Najd ini, yang mana akhirnya terjadilah perang perdebatan dan polemik yang berkepanjangan di antara Syeikh di satu pihak dan lawannya di pihak yang lain. Syeikh menulis surat-surat dakwahnya kepada mereka, dan mereka menjawabnya. Demikianlah seterusnya.
Perang pena yang terus menerus berlangsung itu, bukan hanya terjadi di masa hayat Syeikh sendiri, akan tetapi berterusan sampai kepada anak cucunya. Di mana anak cucunya ini juga ditakdirkan Allah menjadi ulama.
Merekalah yang meneruskan perjuangan al-maghfurlah Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab, yang dibantu oleh para muridnya dan pendukung-pendukung ajarannya. Demikianlah perjuangan Syeikh yang berawal dengan lisan, lalu dengan pena dan seterusnya dengan senjata, telah didukung sepenuhnya oleh Amir Muhammad bin Saud, penguasa Dar’iyah.
Beliau pertama kali yang mengumandangkan jihadnya dengan pedang pada tahun 1158 H. Sebagaimana kita ketahui bahwa seorang da’i ilallah, apabila tidak didukung oleh kekuatan yang mantap, pasti dakwahnya akan surut, meskipun pada tahap pertama mengalami kemajuan. Namun pada akhirnya orang akan jemu dan secara beransur-ansur dakwah itu akan ditinggalkan oleh para pendukungnya.
Oleh karena itu, maka kekuatan yang paling ampuh untuk mempertahankan dakwah dan pendukungnya, tidak lain harus didukung oleh senjata. Karena masyarakat yang dijadikan sebagai objek daripada dakwah kadangkala tidak mampan dengan lisan mahupun tulisan, akan tetapi mereka harus diiring dengan senjata, maka waktu itulah perlunya memainkan peranan senjata.
Alangkah benarnya firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: " Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-rasul Kami, dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan Mizan/neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan pelbagai manfaat bagi umat manusia, dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan RasulNya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat dan Maha Perkasa." (al-Hadid:25)
Ayat di atas menerangkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala mengutus para RasulNya dengan disertai bukti-bukti yang nyata untuk menumpaskan kebatilan dan menegakkan kebenaran. Di samping itu pula, mereka dibekalkan dengan Kitab yang di dalamnya terdapat pelbagai macam hukum dan undang-undang, keterangan dan penjelasan. Juga Allah menciptakan neraca (mizan) keadilan, baik dan buruk serta haq dan batil, demi tertegaknya kebenaran dan keadilan di tengah-tengah umat manusia.
Namun semua itu tidak mungkin berjalan dengan lancar dan stabil tanpa ditunjang oleh kekuatan besi (senjata) yang menurut keterangan al-Qur’an al-Hadid fihi basun syadid yaitu, besi baja yang mempunyai kekuatan dahsyat. yaitu berupa senjata tajam, senjata api, peluru, senapan, meriam, kapal perang, nuklir dan lain-lain lagi, yang pembuatannya mesti menggunakan unsur besi.
Sungguh besi itu amat besar manfaatnya bagi kepentingan umat manusia yang mana al-Qur’an menyatakan dengan Wamanafiu linnasi yaitu dan banyak manfaatnya bagi umat manusia. Apatah lagi jika dipergunakan bagi kepentingan dakwah dan menegakkan keadilan dan kebenaran seperti yang telah dimanfaatkan oleh Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab semasa gerakan tauhidnya tiga abad yang lalu.
Orang yang mempunyai akal yang sehat dan fikiran yang bersih akan mudah menerima ajaran-ajaran agama, sama ada yang dibawa oleh Nabi, mahupun oleh para ulama. Akan tetapi bagi orang zalim dan suka melakukan kejahatan, yang diperhambakan oleh hawa nafsunya, mereka tidak akan tunduk dan tidak akan mau menerimanya, melainkan jika mereka diiring dengan senjata.

Penutup

Demikianlah Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab dalam dakwah dan jihadnya telah memanfaatkan lisan, pena serta pedangnya seperti yang dilakukan oleh Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam sendiri, di waktu baginda mengajak kaum Quraisy kepada agama Islam pada waktu dahulu. Yang demikian itu telah dilakukan terus menerus oleh Syeikh Muhammad selama lebih kurang 48 tahun tanpa berhenti, yaitu dari tahun 1158 Hinggalah akhir hayatnya pada tahun 1206 H.

 Wafatnya Beliau

Muhammad bin `Abdul Wahab telah menghabiskan waktunya selama 48 tahun lebih di Dar’iyah. Keseluruhan hidupnya diisi dengan kegiatan menulis, mengajar, berdakwah dan berjihad serta mengabdi sebagai menteri penerangan Kerajaan Saudi di Tanah Arab. Muhammad bin Abdulwahab berdakwah sampai usia 92 tahun, beliau wafat pada tanggal 29 Syawal 1206 H, bersamaan dengan tahun 1793 M, dalam usia 92 tahun. Jenazahnya dikebumikan di Dar’iyah (Najd).

Dengarkan Juga

Hajar : Istri dan Ibu Nabi Terpilih

Saat Istri Nabi Ibrahim Alaihissalam, Sarah, Allah selamatkan dari kedzaliman seorang raja keji, ia diberi hadiah seorang budak perempuan oleh raja tersebut. Budak perempuan tersebut bernama Hajar. Sebelumnya, Hajar adalah budak milik raja lalim yang ingin berbuat tidak senonoh kepada sarah.
Dalam kepemilikan Sarah, Hajar menjadi wanita yang taat beribadah dan patuh kepada tuannya. Harinya diisi dengan ibadah dan pengabdian tulus. Pribadi ini yang kemudian mengundang dercak kagum pemiliknya.
Di lain sisi, Sarah adalah seorang wanita yang mandul. Sudah puluhan tahun lamanya, Allah belum memberikan keturunan kepadanya. Oleh karenanya, ia menghibahkan Sarah untuk diperistri suaminya, Ibrahim Alaihissalam. Sarah berkata, “Allah telah menghalagiku dari melahirkan anak, maka peristrilah budak wanita ini. Semoga Allah memberikan kepada kita anak darinya.”

Ibrahim Alaihissalam pun memperistri budak wanita sehingga ia hamil. Beberapa waktu kemudian, Hajar menjadi lebih terhormat dan lebih tinggi di hadapan Sarah. Hal ini kemudian memicu rasa cemburu di hati Sarah dan mengadukan Hajar kepada suaminya. Mengetahui hal itu, Hajar kemudian menjadi cemas dan pergi meninggalkan rumah Ibrahim Alaihissalam. Namun salah seorang malikat kemudian membisikinya, “Janganlah kamu takut karena Allah akan menjadikan dari anak lelaki yang sedang kamu kandung ini kebaikan yang banyak.”
Lalu, Malaikat memerintahkan Hajar Kembali ke rumah Ibrahim dan membisiki bahwa putra laki-laki yang hendak dilahirkan diberinama Ismail. Dan kembalilah Hajar kepada Ibrahim. Beberapa waktu kemudian, Ia melahirkan seorang anak laki-laki yang tampan. Atas kelahiran tersebut, semakin besarlah api cemburu Sarah kepada Hajar.

Sarah yang cemburu kemudian meminta Ibrahim Alaihissalam untuk menjauhkan Hajar si bayi mungil dari hadapannya.  Ibrahim Alaihissalam pun memenuhi permintaan istri tersebut. Ia mengajak Hajar dan Ismail kecil mengaruhi hamparan padang pasir tandus sampai akhirnya mereka tiba tengah-tengah padang pasir yang tandus. Padang pasir tersebut kini dikenal dengan nama Makkah Al Mukaromah. Saat itu, di Makkah belum ada seorang pun yang tinggal.

Dalam kondisi itu, Ibrahim Aaihissalam meninggalkan istri dan anaknya. Ia hanya tinggalkan bekal makanan berupa kurma dan air kepada Hajar dan Ismail. Dan saat Ibrahim Alaihissalam hendak pergi, Hajar mengikuti Ibrahim sambil berkata, “Wahai Ibrahim, akan kemanakah kamu? Akankah kamu meningalkan kami di lembah yang tidak ada kerabat dan sesuatu apapun ini?” Tapi, Ibrahim Alaihissalam tidak menjawab pertanyaan hajar. Lalu Hajar pun bertanya lagi, “Apakah Allah yang memerintahkanmu untuk ini?”
Ibrahim Alaihissalam menjawab, “Ya.”

Mendengar jawaban itu, Hajar baru sadar dan berkata, “Jadi, Allah tidak mungkin akan menelantarkan kami.” Lalu Hajar pun kembali kepada Ismail.

Setelah Ibrahim Alaihissalam telah berjalan jauh maka beliau memalingkan tubuhnya ke arah Baitullah dan berdoa,
“Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka  dan beri rizkilah mereka dari buah-buahan. Mudah-mudahan mereka bersyukur.” (Ibrahim : 37)

Kehidupan Hajar bersama putranya di tanah tandus pun dimulai. Ia berusaha tetap tenang dengan memanfaatkan bekal-bekal yang ada. Tapi, hal itu tidak berlangsung lama karena bekal segera habis. Hajar pun lalu berusaha mencari air untuk mengobati dahaga putra dan tubuhnya. Dilihatnya Shafa, lalu ia berlari menujunya dan berharap ada seseorang yang bisa ditemui. Tapi, ia tidak mendapatkan hasil di bukit itu. Lalu, ia pun berjalan menuju bukit Marwa, tapi di sana pun ia tak mendapatkan hasil. Begitu terus ia lakukan tai hanya fatamorgana yang ia dapatkan.
Hingga akhirnya, Allah mendatangkan pertolongan. Dari kaki Ismail yang mungin, keluarlah air yang sekarang dikenal dengan nama air zam-zam. Dengan penuh rasa syukur, Hajar pun memanfaatkan air tesrsebut. Dan selamatlah dirinya dari kehausan. Tak hentinya dia bersyukur, dan sudah menjdai janji Allah bahwa ia akan menolong orang-orang yang beriman.
Sumber : Syeikh Muhammad Husain, The Great Women

Rahasia agar Dihargai Suami

Setiap istri tentu ingin dihargai oleh suaminya. Tidak diremehkan atau dipandang sebelah mata, atau dimaki-maki dan dibentak-bentak. Semua ingin disayang, dihargai, dan disikapi secara manusiawi oleh sang belahan hati.
Namun sayang, tak semua istri bisa mendapatkan penghargaan dari suaminya. Ada kalanya itu disebabkan karena sikap, tutur kata serta perilaku istri sendiri, yang membuat suami jengah.
Terkadang memang ada istri yang sudah berusaha mempersembahkan yang terbaik, namun suami tetap tak bisa menghargainya. Jika seperti itu, mungkin suaminya tergolong awam dalam agama, sehingga tidak mengerti bagaimana harus bersikap terhadap istri.

PENGHARGAAN SUAMI TERHADAP ISTRI
Seorang suami yang salih, akan senantiasa teringat sabda Rasulullah – shollallohu ‘alaihi wa sallam – ,
“Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik bagi istrinya, dan aku adalah yang terbaik dari kalian bagi istriku.” (Riwayat Tirmidzi)
Karena itu, ia akan selalu berusaha mencontoh Rasulullah – shollallohu ‘alaihi wa sallam – , bersikap baik terhadap istri,  dan senantiasa menghargainya. Apa saja bentuk penghargaan suami terhadap istrinya? Di antaranya:
- Memberikan panggilan yang terbaik dan paling disukainya
Suami yang menyayangi serta mencintai istrinya, tentu tak ragu untuk mengungkapkan rasa sayangnya, di antaranya dengan memanggil istri menggunakan panggilan “sayang”, atau panggilan yang paling disukainya. Hal ini telah dicontohkan oleh Rasulullah – shollallohu ‘alaihi wa sallam – , yang senang memangil Ummul Mukminin Aisyah – rodhiyallohu ‘anha – dengan “Humaira” (yang pipinya kemerah-merahan). Panggilan seperti “Adik” atau “Adinda” saja, insyaallah sudah cukup membuat seorang istri senang.
- Mempergaulinya  dengan lemah lembut
Suami yang menghargai istrinya, akan berusaha mempergauli istrinya dengan lemah lembut, baik dalam sikap maupun tutur kata. Ia akan berusaha menjauhi sikap kasar dan keras terhadap istri. Kalau istrinya bersalah atau mengecewakannya, ia akan menasihatinya dengan santun. Tidak dengan makian, bentakan, dan bahkan tamparan di wajah.
- Murah senyum/menunjukkan wajah ceria
Menunjukkan wajah yang ceria di hadapan istri, juga salah satu bentuk penghargaan suami terhadap istrinya. Istri yang selalu melihat senyum dan keceriaan di wajah suaminya, tentu akan lebih mudah untuk merasakan kebahagiaan. Berbeda bila suami selalu menunjukkan wajah cemberut. Istri akan merasa serba salah dan tak bahagia, karena merasa suaminya tak pernah bisa bahagia bersamanya.
- Memberikan pujian
Pujian suami terhadap istri, juga salah satu bentuk penghargaan suami. Meskipun terlihat sepele, namun pujian yang tulus dari seorang suami bisa menimbulkan efek psikologis yang sangat besar bagi seorang istri. Misalnya mendongkrak semangat, menambah percaya diri, dan tentu saja membuat hatinya berbunga-bunga penuh bahagia. Pada dasarnya, setiap wanita senang dengan pujian, terlebih dipuji oleh belahan hati yang sangat dicintainya.
- Memberikan hadiah
Hadiah adalah pembawa pesan cinta, serta menjadi salah satu bentuk penghargaan suami terhadap istri. Akan lebih berkesan, bila hadiah diberikan tanpa pemberitahuan lebih dulu sehingga menjadi kejutan yang membahagiakan.
- Membantu istri mengurus rumah
Pekerjaan rumah tangga hampir tak ada habisnya. Suami yang baik, akan berusaha meringankan beban istrinya dalam mengurus rumah tangga. Misalnya membantu istri mencuci, menjemur pakaian, bersih-bersih dan semisalnya. Dengan demikian seorang istri akan merasa lebih dimengerti dan dihargai oleh suaminya.
- Membantu istri mengurus anak
Penghargaan suami juga bisa diwujudkan dengan membantu istri mengurus anak. Mengerjakan berbagai pekerjaan rumah sekaligus mengurus anak, tentu sangat repot dan menguras energi. Terutama bagi yang anaknya masih batita (di bawah tiga tahun), apalagi  lebih dari satu. Ketika suami mau membantu mengurus anak, berarti ia telah mengurangi kerepotan istri, dan membuatnya lebih tenang dalam menyelesaikan berbagai macam pekerjaan rumah.
- Memperhatikan kesehatannya
Suami yang menghargai istrinya, akan sangat memperhatikan kesehatan sang istri.  Ketika melihat istrinya sakit, maka ia akan segera berusaha mencarikan obatnya. Ia pun akan lebih perhatian terhadap istri, dan menyuruh istrinya banyak beristirahat.
- Berbakti kepada kedua orangtuanya
Berbakti kepada orang tua istri atau mertua, juga merupakan wujud penghargaan suami kepada istrinya. Bakti suami tersebut akan membahagiakan istri serta kedua orangtuanya.
- Menjalin silaturahim dengan kerabatnya.
Penghargaan suami terhadap istrinya, juga bisa ditunjukkan dengan menjalin silaturahim dari kerabat pihak istri, serta berbuat baik terhadap mereka.
KIAT MERAIH PENGHARGAAN SUAMI
Bagaimana agar seorang istri bisa mendapatkan penghargaan dari suaminya? Berikut ini beberapa kiatnya.
- Menunaikan kewajiban-kewajibannya dengan baik
Untuk memperoleh penghargaan suami, seorang istri harus melaksanakan kewajiban-kewajibannya dengan baik. Di antaranya melayani suaminya di tempat tidur, menyiapkan makan dan minumnya, serta membereskan rumah serta mengurus anak-anak. Istri harus berusaha menyukai berbagai pekerjaan rumah tersebut, dan mengusir rasa bosan dan jenuh yang kadang hinggap di hati. Bagi wanita, memberikan pelayanan yang maksimal kepada suami dan mencari keridhaannya, akan memperoleh pahala yang sangat besar, menyamai pahala seorang lelaki yang keluar rumah untuk beribadah ataupun berjihad.
- Bersikap lemah lembut
Rasulullah – shollallohu ‘alaihi wa sallam -  bersabda kepada Ummul Mukminin Aisyah – rodhiyallohu ‘anha – , “Wahai Aisyah, engkau mesti bersikap lembut dan jauilah sikap kasar dan kotor!” (Muttafaq ‘alaih)
Wasiat Rasulullah – shollallohu ‘alaihi wa sallam -  ini hendaknya juga selalu diingat oleh para istri. Dengan kelemahlembutan, keridhaan dan penghargaan suami lebih mudah teraih.
- Tidak banyak menuntut
Seorang suami tidak suka istri yang banyak menuntut ini dan itu di luar kemampuan suaminya. Karena itu sebaiknya seorang istri bersikap qanaah, menerima dan mensyukuri seberapa pun pemberian suami. Bila nafkah dari suami kurang mencukupi, istri bisa membantu mencari nafkah dengan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang bisa dikerjakan di rumah atau sesuai dengan fitrah wanita. Misalnya menjahit, menulis membuat dan menitipkan makanan ke warung-warung dan semisalnya.
- Pandai berterima kasih
Rasulullah – shollallohu ‘alaihi wa sallam -  bersabda, “Allah Tabaaraka wa Ta’ala tidak sudi melihat seorang wanita yang tidak berterima kasih kepada suaminya padahal ia selalu butuh kepadanya.” (Riwayat an-Nasa’i)
Ucapan terima kasih juga merupakan penghargaan istri kepada suaminya. Suami yang merasa dihormati dan dihargai oleh istrinya, tentu akan semakin mencintai istrinya dan juga menghargainya.
- Pandai menyenangkan hati suaminya
Ini adalah jalan pintas untuk mengambil hati suami dan mendapatkan penghargaannya. Yaitu dengan selalu berusaha menyenangkan hatinya dalam setiap kesempatan. Misalnya dengan berdandan yang anggun untuknya, membuatkan makanan kesukaannya, memelihara kebersihan dan kerapian rumah, dan sebagainya.
- Pandai menghibur hati suami
Suami akan lebih menghargai istri yang bisa menghiburnya dan mau menjadi pendengar yang baik untuk menampung segala keluh kesahnya. Sebaliknya, ia akan sangat tersiksa bila istrinya malah sering membuat masalah dan membuatnya susah.
- Menjadi sebaik-baik perhiasan dunia
Inilah jurus pamungkas untuk meraih penghargaan suami. Yaitu dengan menjadi sebaik-baik perhiasan dunia baginya. Yang menyenangkan bila dipandang, taat saat diperintah, dan bisa menjaga rumah dan hartanya saat dia bepergian.
Semoga kiat-kiat sederhana ini, bisa membantu Anda mendapatkan penghargaan dari suami. (ummu husna)
VN:F [1.6.2_892]

Syaikh Al Utsaimin & Pejuang Chechnya

Syaikh Utsaimin merupakan salah satu ulama umat Islam masa kini. Di masa ketika umat tertimpa oleh beragam fitnah, keterpurukan, penderitaan, dan problem besar. Ternyata semasa hidupnya, Syaikh senantiasa mengikuti berita-berita tentang kondisi kaum muslimin. Sisi ini jarang diketahui alias tersembunyi dari banyak orang. Kebanyakan orang yang hanya tahu bahwa Syaikh sibuk dalam mengajar, mencurahkan waktu dan perhatiannya untuk ilmu, menelaah ilmu, berfatwa dan segala yang terkait dengan itu saja. Tak banyak orang yang tahu, ternyata Syaikh punya perhatian besar terhadap problematika keislaman dan kaum muslimin. Syaikh bahkan mengikuti kabar tentang kaum muslimin di berbagai belahan dunia, tidak sebatas yang ada di negri beliau, atau dunia Arab saja. Beliau perhatian pada kaum muslimin dimanapun. Syaikh pun turut serta dalam kesedihan, duka, kegembiraan, dan penderitaan mereka.

Beliau memberikan perhatian terhadap para pejuang yang berjihad melawan serangan orang-orang kafir. Seperti di Bosnia, Afghanistan dan Chechnya. Salah satu bukti perhatian beliau adalah adanya surat dari Majelis Permusyawatan Tertinggi Chechnya, setelah beliau wafat. Mereka turut berduka cita dengan kepergian Syaikh, sekaligus dengan jujur mengatakan dalam suratnya,
"….Adapun wafatnya Syaikh Al Faqih Muhammad bin Shalih Al Utsaimin merupakan hal yang sangat besar. Karena kami khususnya, telah kehilangan seseorang, kami kehilangan seorang yang sangat bersemangat dalam membantu kami dan menghubungi kami secara berkala. Dari beliau kami dengarkan nasihat, bimbingan dan fatwa. Dari beliau pula kami dapatkan dukungan. Sungguh beliau adalah seorang ayah yang penuh kasih sayang.
Jikalau manusia melupakan keutamaan Syaikh, maka kami tak akan pernah melupakan kebersamaan beliau di perang pertama- pertempuran pertama di Chechnya- dan dukungan beliau pada kami di tengah-tengah perang. Dan setelah perang, beliau sangat bersemangat untuk membuka ma'had-ma'had serta mahkamah syariah. Kami tak pernah melupakan nasihat beliau dan arahan berkelanjutan beliau tentang urusan mahkamah dan penerapan syariat. Kami tak pernah melupakan kebersamaan beliau dengan kami di pertempuran yang masih terus berkecamuk sampai sekarang. Kami tidak melupakan kebersamaan beliau di pertempuran ini, baik dengan harta beliau dengan cara mengirim zakat beliau pada kami, sambil mengatakan "Zakat ini disalurkan untuk keperluan jihad saja." Atau kebersamaan beliau dengan mengarahkan manusia untuk mendukung kami.
Kami juga tidak melupakan aktivitas beliau menghubungi kami setiap hari atau seperti setiap hari, demi mendengarkan berita tentang kami, atau demi mengetahui kebutuhan kami, problematika dan masalah syar'i….(suratnya masih berlanjut-red)
Bila demikian, akankah kita mengatakan bahwa beliau tak peduli dengan perjuangan umat Islam? (aka)
Diambil dari Muhadharah, Ibnu Utsaimin Kama Araftuhu. Dr. Khalid bin Abdillah Al Mushlih

Umar bin Abdul Aziz dan Lilin Negara

Siapa yang tak kenal Umar bin Abdul Aziz. Sosok pemimpin adil, arif, lagi berilmu. Banyak kisah teladan yang beliau tinggalkan untuk para peniti kebenaran. Inilah kisah ringkasnya.
Suatu hari datanglah seorang utusan dari salah satu daerah kepada beliau. Utusan itu sampai di depan pintu Umar bin Abdul Aziz dalam keadaan malam menjelang. Setelah mengetuk pintu seorang penjaga menyambutnya. Utusan itu pun mengatakan, “Beritahu Amirul Mukminin bahwa yang datang adalah utusan gubernurnya.” Penjaga itu masuk untuk memberitahu Umar yang hampir saja berangkat tidur. Umar pun duduk dan berkata, “Ijinkan dia masuk.”
Utusan itu masuk, dan Umar memerintahkan untuk menyalakan lilin yang besar. Umar bertanya kepada utusan tersebut tentang keadaan penduduk kota, dan kaum muslimin di sana, bagaimana perilaku gubernur, bagaimana harga-harga, bagaimana dengan anak-anak, orang-orang muhajirin dan anshar, para ibnu sabil, orang-orang miskin. Apakah hak mereka sudah ditunaikan?Apakah ada yang mengadukan?
Utusan itu pun menyampaikan segala yang diketahuinya tentang kota kepada Umar bin Abdul aziz. Tak ada sesuatu pun yang disembunyikannya.
Semua pertanyaan Umar dijawab lengkap oleh utusan itu. Ketika Semua pertanyaan Umar telah selesai dijawab semua, utusan itu balik bertanya kepada Umar.
“Ya Amirul Mukminin, bagaimana keadaanmu, dirimu, dan badanmu? Bagaimana keluargamu, seluruh pegawai dan orang-orang yang menjadi tanggung jawabmu? Umar pun kemudian dengan serta merta meniup lilin tersebut dan berkata, “Wahai pelayan, nyalakan lampunya!” Lalu dinyalakannlah sebuah lampu kecil yang hampir-hampir tidak bisa menerangi ruangan karena cahayanya yang teramat kecil.
Umar melanjutkan perkataanya, “Sekarang bertanyalah apa yang kamu inginkan." Utusan itu bertanya tentang keadaannya. Umar memberitahukan tentang keadaan dirinya, anak-anaknya, istri, dan keluarganya.
Rupanya utusan itu sangat tertarik dengan perbuatan yang telah dilakukan oleh Umar, mematikan lilin. Dia bertanya, “Ya Amirul Mukminin, aku melihatmu melakukan sesuatu yang belum pernah Anda lakukan." Umar menimpali, “Apa itu?”
"Engkau mematikan lilin ketika aku menanyakan tentang keadaanmu dan keluargamu.”
Umar berkata, “Wahai hamba Allah, lilin yang kumatikan itu adalah harta Allah, harta kaum muslimin. Ketika aku bertanya kepadamu tentang urusan mereka maka lilin itu dinyalakan demi kemaslahatan mereka. Begitu kamu memmebelokkan pembicaraan tentang keluarga dan keadaanku, maka aku pun mematikan lilin milik kaum muslimin."
Subhanallah, benar-benar mengagumkan! Segitu besar kesungguhan Umar dalam menjaga harta kaum muslimin, berbeda dengan mayoritas penguasa yang kita saksikan. (Sirah Umar bin abdul Aziz, Ibnul hakam hal. 155-156)

Renungkanlah Nikmat Allah

Kini, banyak  di antara kita yang sibuk bukan dalam aktivitas ketaatan. Banyak pula yang membelanjakan hartanya di jalan yang tak disyariatkan.. Sebagiannya ada yang menghabiskan waktunya sekadar untuk bersantai, bermain dan perbuatan yang sia-siaan. Yang lain lagi tenggelam dalam membaca buku-buku picisan, majalah-majalah tak berguna, tabloid tak bermutu, menonton televisi atau habis untuk berselancar di internet.. Duhai, sang waktu perbendaharaan yang berharga hilang sia-sia tak ada gunanya.

Mayoritas manusia menghabiskan waktunya untuk hal yang tak berguna, dan menghancurkan detik demi detik kesempatan bukan untuk beribadah pada Allah. Anda akan mendapatkan di antara mereka memiliki semangat materialistis yang berkobar hingga merenggut harta, waktu dan aktivitasnya bahkan merenggut agamanya. Bukankah semestinya beragam nikmat agung yang dikaruniakan Allah kita  manfaatkan untuk ketaatan pada-Nya dan pergunakan untuk beribadah pada-Nya? Termasuk di antaranya berjuang untuk Islam, mendakwahkan agama Allah.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz, seorang ulama kenamaan, memandang bahwa berdakwah di jalan Allah hukumnya menjadi fardhu ‘ain (wajib perkepala) ketika terjadi perubahan kondisi. Karena asalnya hukum berdakwah hanyalah fardhu kifayah. Beliau mengatakan, “Di saat jumlah para da’I begitu minim, di kala kemungkaran banyak bertebaran dan ketika kejahilan merajalela seperti kondisi di hari ini, maka berdakwah hukumnya menjadi wajib ‘ain bagi setiap orang sesuai kemampuan masing-masing”(ad dakwatu illallah wama yanbaghi an yatahalla bihi adduat)
Sumber:  kaifa akhdamul Islam karya Syaikh Abdul Malik Qasim

Yip Man


Yip Man ( Cina disederhanakan : 问叶; tradisional Cina : 问叶; Mandarin Pinyin : Ye Wen; Jyutping : Jip Man 6; November 6, 1893-2 Desember 1972), juga dieja sebagai Ip Man [1] , dan juga dikenal sebagai orang Kai-Yip ( Cina disederhanakan 问叶继:; Cina tradisional : 问叶继; Pinyin : Ye Jìwèn), adalah seorang Cina seniman bela diri . Yip is considered the first martial arts master ( Chinese : sifu ) to teach Wing Chun openly. [ citation needed ] He had several students who later became martial arts teachers in their own right, including martial arts film actor Bruce Lee . Yip dianggap sebagai seni bela diri pertama master ( Cina : Sifu ) untuk mengajar Wing Chun secara terbuka. [ rujukan? ] Dia telah beberapa mahasiswa yang kemudian menjadi seni bela diri guru di kanan sendiri, termasuk seni bela diri film aktor Bruce Lee .

  Biography  Biografi

Family background  latar belakang Keluarga

Yip was born to Yip Oi-dor and Ng Shui, and was the third of four children. Yip Yip dilahirkan-dor Oi dan Ng Shui, dan ketiga dari empat bersaudara. He grew up in a wealthy family in Foshan , Guangdong , and received a traditional Chinese education . Ia dibesarkan dalam keluarga kaya di Foshan , Guangdong , dan menerima tradisional pendidikan Cina . His older brother was Ip Kai-gak, his older sister was Ip Wan-mei and his younger sister was Ip Wan-hum.kakak adalah Ip Kai-halah, kakak adalah Ip Wan-mei dan adik adalah Ip Wan-hum. 

Early life Kehidupan awal

Yip started learning Wing Chun from Chan Wah-shun when he was 13, and was Chan's last student as Chan accepted him at the age of 70. Because of his teacher's old age, Yip had to learn much of his skills and techniques from Chan's second oldest disciple, Ng Chung-sok. Yip mulai belajar Wing Chun dari Chan Wah-shun ketika ia berusia 13 tahun, dan terakhir siswa Chan sebagai Chan menerimanya pada usia 70. Karena tua usia gurunya, Yip harus belajar banyak dari nya keterampilan dan teknik dari murid kedua tertua Chan, Ng Chung-sok. Chan died three years after Yip's training started and one of his dying wishes was to have Ng to continue teaching Yip. Chan meninggal tiga tahun setelah pelatihan Yip mulai dan salah satu keinginannya mati adalah untuk memiliki Yip Ng untuk melanjutkan mengajar.
At 15, Yip moved to Hong Kong with help from a relative, Leung Fut-ting. Pada 15, Yip pindah ke Hong Kong dengan bantuan dari Leung, Fut-ting relatif. One year later, he attended school at St. Satu tahun kemudian, ia bersekolah di St Stephen's College , a secondary school for wealthy families and foreigners living in Hong Kong.  In an incident while studying at St. Stephen's, Yip intervened after seeing a foreign police officer beating a woman. The officer attempted to attack Yip, but Yip struck him down instead and ran to school with his classmate. Stephen's College , sebuah sekolah menengah untuk keluarga kaya dan orang asing yang tinggal di Hong Kong. Dalam insiden sewaktu belajar di St Stephen, Yip campur setelah melihat seorang polisi asing memukuli wanita.  Petugas berusaha untuk menyerang Yip , tapi Yip itu memukul bukan dan berlari ke sekolah dengan teman sekelasnya. Yip's classmate later told an older man who lived in his apartment block. Yip teman sekelas yang kemudian mengatakan kepada orang tua yang tinggal di blok apartemennya. Yip was invited to meet that man and was asked by the man what martial art he practised. Yip diundang untuk bertemu dengan pria itu dan diminta oleh orang apa yang ia berlatih seni bela diri. The man then told Yip that his forms were "not too great".Yip was then introduced to chi sao (a form of training that involves controlled attack and defence). Pria itu kemudian mengatakan kepada Yip yang membentuk adalah "tidak terlalu besar".  Yip kemudian diperkenalkan ke sao chi (suatu bentuk pelatihan yang melibatkan serangan terkendali dan pertahanan). Yip saw this as an opportunity to prove that his abilities were good, but was defeated by the man after just a few strikes. Yip melihat ini sebagai kesempatan untuk membuktikan bahwa kemampuannya bagus, namun dikalahkan oleh manusia setelah hanya beberapa serangan. Yip's opponent turned out to be Leung Bik, Chan Wah-shun's senior and son of Chan's teacher, Leung Jan . After that encounter, Yip continued learning from Leung Bik. Yip's lawan ternyata Leung Bik, Chan Wah-shun senior dan putra's guru Chan, Leung Jan . Setelah pertemuan itu, Yip terus belajar dari Leung Bik.
Yip returned to Foshan when he was 24 and became a policeman. He taught Wing Chun to several of his subordinates, friends and relatives, but did not officially run a martial arts school. Yip kembali ke Foshan ketika ia 24 dan menjadi seorang polisi. Dia mengajarkan Wing Chun untuk beberapa bawahannya, teman dan kerabat, tetapi tidak resmi menjalankan sekolah seni bela diri. Some of his better known informal students were Lok Yiu , Chow Kwong-yue (周光裕), Kwok Fu (郭富), Lun Kah (倫佳), Chan Chi-sun (陳志新) and Lui Ying (呂應). Beberapa informal lebih dikenal murid-muridnya adalah Lok Yiu , Chow Kwong-yue (周光裕), Kwok Fu (郭富), Lun Kah (伦佳), Chan Chi-matahari (陈志新) dan Lui Ying (吕应). Among them, Chow Kwong-yue was said to be the best, but he eventually went into commerce and stopped practising martial arts. Di antara mereka, Chow Kwong-yue dikatakan menjadi yang terbaik, tapi dia akhirnya pergi ke perdagangan dan berhenti berlatih seni bela diri. Kwok Fu and Lun Kah went on to teach students of their own and the art of Wing Chun in the Foshan and Guangdong region was mainly passed down from them. Kwok Fu dan Lun Kah melanjutkan mengajar siswa mereka sendiri dan seni Wing Chun di Foshan Guangdong dan daerah terutama diturunkan dari mereka. Chan Chi-sun and Lui Ying went to Hong Kong later but neither of them accepted any students. Chan Chi-Ying Lui matahari dan pergi ke Hong Kong nanti tetapi mereka tidak menerima setiap siswa. Yip went to live in with Kwok Fu during the Second Sino-Japanese War and only returned to Foshan after the war, where he continued his career as a police officer. Yip pergi untuk tinggal dengan Kwok Fu selama Perang Sino-Jepang Kedua dan hanya kembali ke Foshan setelah perang, di mana ia melanjutkan karirnya sebagai seorang perwira polisi. Yip left Foshan for Hong Kong in 1949 after the Communists established the People's Republic of China on the Chinese mainland. Yip kiri Foshan untuk Hong Kong pada tahun 1949 setelah komunis mendirikan Republik Rakyat Cina di daratan Cina.

Life in Hong Kong Kehidupan di Hong Kong

Yip was known to be an opium addict, and he obtained opium illegally from the black market . Yip dikenal menjadi opium addict, dan dia memperoleh opium secara ilegal dari pasar gelap . The cost of opium was considered high at that time and Yip needed a dependable source of income to support his opium smoking habit and his family members, who are still living in Foshan.  As such, he opened a martial arts school to teach Wing Chun. Biaya opium dianggap tinggi pada saat itu dan Yip membutuhkan sumber pendapatan diandalkan untuk mendukung kebiasaan merokok nya opium dan anggota keluarganya, yang masih tinggal di Foshan.Karena itu, ia membuka sekolah seni bela diri untuk mengajar Wing Chun. Initially, business was poor because Yip's students typically stayed for only a couple of months. Awalnya, bisnis miskin karena siswa Yip's biasanya hanya tinggal selama beberapa bulan. He moved his school twice, to Hoi Tan Street (海壇街) in Sham Shui Po , and then to Lee Tat Street (利達街) in Yau Ma Tei . Dia pindah sekolah dua kali, untuk Hol Tan Street (海坛街) di Sham Shui Po , dan kemudian ke Lee Tat Street (利达街) di Yau Ma Tei . By then, some of his students had attained proficiency in Wing Chun that they were able to start their own schools. Saat itu, beberapa murid-muridnya telah mencapai kemahiran dalam Wing Chun bahwa mereka dapat memulai sekolah mereka sendiri. Some of his students and descendants sparred with other martial artists to compare their skills and their victories helped to increase Yip's reputation. Beberapa murid-muridnya dan keturunan berdebat dengan seniman bela diri lainnya untuk membandingkan keterampilan mereka dan kemenangan mereka membantu untuk meningkatkan reputasi Yip's. In 1967, Yip and some of his students established the Hong Kong Wing Chun Athletic Association (香港詠春拳體育會). Pada tahun 1967, Yip dan beberapa murid-muridnya mendirikan Hong Kong Wing Chun Athletic Association (香港 咏春拳 体育 会).

  Death and legacy  dan warisan

Yip died on December 2, 1972, from throat cancer . Yip meninggal pada 2 Desember 1972, dari kanker tenggorokan .
Yip left behind a huge legacy of Wing Chun that now spans across the globe. Yip meninggalkan warisan besar Wing Chun yang sekarang mencakup seluruh dunia. Some of his notable students include: Leung Sheung , Leung Ting , Chu Shong-tin , Wong Shun Leung , Wong Kiu (王喬), Yip Bo-ching (葉步青), William Cheung , Hawkins Cheung, Bruce Lee , Wong Long, Wong Chok, Law Bing, Lee Shing, Ho Kam-ming, Moy Yat , Duncan Leung, Derek Fung Ping-bor (馮平波), Chris Chan Shing (陳成), Victor Kan, Stanley Chan, Chow Sze-chuen, Tam Lai, Lee Che-kong, Kang Sin-sin, his nephew Lo Man-kam, and his sons Ip Ching and Ip Chun . Beberapa siswa terkenal karyanya termasuk: Leung Sheung , Leung Ting , Chu Shong-timah , Wong Shun Leung , Wong Kiu (王乔), Yip Bo-ching (叶步青), William Cheung , Hawkins Cheung, Bruce Lee , Wong Long, Wong Chok, Hukum Bing, Lee Shing, Kam Ho-ming, Moy Yat , Duncan Leung, Derek Fung Ping-bor (冯平波), Chris Chan Shing (陈成), Victor Kan, Stanley Chan, Chow Sze-Chuen, Tam Lai, Lee Che-kong, Kang Sin-dosa, keponakannya Lo Man-kam, dan putra-putranya Ip Ching dan Ip Chun .
Yip also left behind a written history of Wing Chun, whose factual accuracy has been debated. [ 8 ] [ 8 ] He filmed three of the five Wing Chun forms before he died. [ citation needed ] Many other artifacts of Yip's life are on display in the "Yip Man Tong" museum in Foshan, China. [ 9 ] Yip juga meninggalkan sebuah sejarah tertulis dari Wing Chun, yang faktual akurasi telah diperdebatkan. [8] [8] Ia difilmkan tiga dari lima bentuk Wing Chun sebelum ia meninggal. [ rujukan? ] artefak lainnya Banyak dari kehidupan Yip berada di layar dalam Yip Tong "museum Man" di Foshan, Cina. [9]

Popular culture Budaya Populer

Ip Man , a film loosely based on the life of Yip Man, was released in 2008 and starred Donnie Yen as the martial artist. Ip Man , sebuah film longgar berdasarkan kehidupan Yip Man, dirilis pada tahun 2008 dan dibintangi Donnie Yen sebagai seniman bela diri. The film takes a number of liberties with Yip's life, often for dramatic effect. Film ini mengambil beberapa kebebasan dengan kehidupan Yip's, sering untuk efek dramatis. Yip's oldest son Ip Chun appears in the film and served as a consultant for the film. putra tertua Yip's Ip Chun muncul dalam film dan bekerja sebagai konsultan untuk film ini. The film focuses on Yip's life during the 1930s to the 1940s during the Second Sino-Japanese War . Film ini berfokus pada kehidupan Yip selama tahun 1930 ke 1940 selama Perang Sino-Jepang Kedua . The film is the first to be based on the life of Yip. Film ini adalah yang pertama didasarkan pada kehidupan Yip. The sequel to the film focuses on Yip's beginnings in Hong Kong and his disciples, which includes Bruce Lee . The sekuel film yang berfokus pada awal Yip di Hong Kong dan murid-muridnya, yang mencakup Bruce Lee .
Another film based on Yip Man's biography, The Legend is Born – Ip Man , was released in June 2010. Lain film berdasarkan biografi Yip Man, The Legend adalah Lahir - Ip Man , dirilis pada bulan Juni 2010. The film was directed by Herman Yau and starred Dennis To as Yip Man. Film ini disutradarai oleh Herman Yau dan dibintangi Dennis Untuk sebagai Yip Man. Ip Chun makes a special appearance in the film as Leung Bik. Ip Chun membuat penampilan khusus di film sebagai Leung Bik.
Wong Kar-wai is reportedly working on his own biopic titled The Grand Master . Wong Kar-wai dilaporkan bekerja pada film biografi sendiri berjudul The Grand Master. The film has been in development and will feature Tony Leung Chiu-wai as Yip. Film ini telah dikembangkan dan akan menampilkan Tony Leung Chiu-wai sebagai Yip. However, it was revealed that Wong's five-year rights to make the Yip Man biopic had expired. Namun, ia mengungkapkan bahwa hak-hak Wong lima tahun untuk membuat film biografi Yip Man telah berakhir.
With the recent surge of Yip Man-related film projects coming up in the pipeline, Donnie Yen has told the Chinese media that after Ip Man 2 , he will no longer play the Wing Chun master anymore, stating "I would never ever touch any films related to Ip Man. This will be my final film ( Ip Man 2 ) on the subject. Whenever something becomes a success, everyone would jump on the bandwagon, this is very frightening. Did you know how many Ip Man films are in production? Under such condition, we would not progress, it'd only lead to over-saturation of the subject matter." Dengan gelombang baru-baru ini terkait proyek film Yip Man muncul dalam pipa, Donnie Yen mengatakan kepada media Cina bahwa setelah Ip Man 2, ia tidak akan lagi memainkan Wing Chun master lagi, menyatakan "aku tidak akan pernah menyentuh film terkait dengan Ip Man.. ini akan menjadi film terakhir saya (Ip Man 2) pada subjek Setiap kali sesuatu menjadi sukses, semua orang akan melompat pada kereta musik, ini sangat menakutkan. Apakah Anda tahu berapa banyak Ip Man film di produksi? Pada kondisi tersebut, kami tidak akan kemajuan, hal itu hanya akan menyebabkan over-saturasi subjek. "
Yu Chenghui played Yip Man in The Legend of Bruce Lee , a 2008 TV series based on the biography of Bruce Lee , one of Yip's students. Yu Chenghui dimainkan Yip Man dalam The Legend of Bruce Lee , serial TV pada tahun 2008 berdasarkan biografi Bruce Lee , salah satu yang mahasiswa Yip.

silsilah seni bela diri


Yip Man gravestone Yip Man nisan
Wing Chun Lineage according to Yip Man Wing Chun Yip Silsilah menurut manusia
Ng Mui (one of the Five Elders of Shaolin Monastery ) Ng Mui (salah satu dari Lima Sesepuh dari Shaolin Monastery )
Yim Wing-chun (taught Wing Chun by Ng for self-defenceYim Wing-chun (diajarkan oleh Ng Wing Chun untuk pertahanan 
Leung Bok-chau (Yim's husband) Leung Bok-chau (suami Yim's)
Leung Lan-kwai Leung Lan-kwai
Wong Wah-bo (taught the pole form by Leung Yee-tai) Wong Wah-bo (diajarkan bentuk tiang oleh Leung Yee-tai)
Leung Yee-tai (added his pole form to the system he learnt from Wong) Leung Yee-tai (bentuk tiang ditambahkan ke sistem ia belajar dari Wong)
Leung Jan (also taught his son Leung Bik) Leung Jan (juga mengajari anaknya Leung Bik)
Chan Wah-shun Wah-shun chan
Yip Man (also learned from Ng Chung-sok and Leung Bik) Yip Man (juga belajar dari sok Ng Chung-dan Leung Bik)
Known students: See Branches of Wing Chun Dikenal siswa: Lihat Cabang Wing Chun